Warga beraktivitas di dekat papan informasi larangan merokok di kawasan Blok M, Jakarta Selatan .(MI/Usman Iskandar)
PANITIA Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DPRD DKI masih melakukan tahap finasilasi pembahasan pasal, Kamis (2/10). Padahal, masa berlaku pansus seharusnya habis pada September lalu, namun mendapatkan penambahan waktu oleh Ketua DPRD DKI Khoiruddin hingga satu bulan ke depan.
Tahap finasilasi ini dipimpin oleh Wakil Ketua Pansus Raperda KTR DPRD DKI Abdurrahman Suhaimi. Ia mengatakan, pada prinsipnya pembahsan telah selesai hingga 26 pasal, namun ada beberapa penyesuaian redaksi dalam pasal tersebut.
"Namun, ada hal-hal substansial, khususnya redaksional, maka kita masih tampung. Tadi, enggak ada hal-hal yang krusial kan sebenarnya, tapi kita tetap dengar masukan-masukan dari anggota dewan," ujar Suhaimi di Gedung DPRD DKI, Kamis (2/10).
"Jadi kita lebih cepat ketok pasal dan sebagainya. Tapi, tetap kita dengar untuk hal-hal yang sifatnya substansial untuk lebih mantapnya perda ini," ujar politikus PKS ini.
Sementara itu, Ketua Sub Kelompok Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan Rakyat Biro Hukum Pemprov DKI Afifi, menegaskan aspirasi yang disampaikan pengusaha UMKM masih didengarkan sehingga doharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sesuai dengan komitmen Gubernur DKI Pramono Anung.
"Setelah selesai pembahasan di pansus akan kami sampaikan ke Pak Gubernur, dan kalau memungkinkan akan dirapimkan (rapat pimpinan) agar masukkan semua SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait itu bisa kita serap. Jadi, pada prinsipnya, drafnya masih terbuka, masih dinamis. Masukan dari masyarakat ini masih memungkinkan untuk dimasukan," kata Afifi.
Menurutnya, Pemprov DKI akan memetakan seluruh masukan yang ada dan kemudian akan dirapatkan bersama dengan Satpol PP dan Badan Pendapatan Daerah DKI.
"Sekali lagi, prinsipnya segala masukan akan tetap kami terima dan raperda ini arahnya agar menjadi perda yang aspiratif, yang demokratis, meminimalisir kegaduhan di masyarakat. Jangan sampai adanya Raperda KTR ini membuat kegaduhan dan mengganggu perekonomian masyarakat, termasuk yang ultramikro, UMKM."
Ia menekankan, sebelum Raperda KTR disahkan, masih ada waktu untuk mengubah jika ada masukan dari masyarakat. "Terkait dengan pasal-pasal krusial yang berpotensi menimbulkan kegaduhan bisa kita carikan resolusi dan jalan tengahnya sehingga menjadi Perda KTR yang demokratis," ujarnya.
Polemik dan ramainya penolakan terhadap pasal-pasal larangan penjualan seperti larangan penjualan produk rokok 200 meter dari satuan pendidikan, sebut Afifi masih tetap mengacu pada PP No 28 Tahun 2024.
"Pilihannya mau dimuat di perda ini atau tidak secara aturan itu berlaku, karena sebelumnya telah diatur di PP No 28 Tahun 2024. Pilihannya adalah mau diatur di perda atau tidak, sekalipun tidak diatur di perda itu sudah menjadi hukum positif, sudah berlaku karena sudah diatur di PP 28," pungkasnya. (Far/P-2)


















































