
DIREKTUR Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menjelaskan BI tidak lagi melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) jangka panjang di pasar primer, dalam mekanisme burden sharing atau pembagian beban bunga untuk membiayai program Astacita Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, skema kali ini berbeda dengan masa pandemi covid-19. Saat itu, berdasarkan UU No 2/2020, BI diperbolehkan membeli SBN di pasar primer selama tiga tahun. Namun, setelah aturan itu berakhir, BI kini hanya dibolehkan membeli SBN jangka pendek di pasar primer, sedangkan SBN jangka panjang hanya bisa dibeli di pasar sekunder.
"Karena itu, BI menegaskan tidak ada lagi pembelian SBN jangka panjang di pasar primer, dan tidak ada pencetakan uang baru," ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9).
Denny menjelaskan, pembelian SBN di pasar sekunder hanya bersifat mendukung likuiditas pasar uang dan perbankan, karena dana sudah beredar, hanya berpindah kepemilikan.
Mengenai skema burden sharing untuk membiayai program Astacita pembangunan 3 juta rumah Rakyat serta program Koperasi Desa Merah Putih, partisipasi BI dilakukan melalui pembagian beban bunga dengan pemerintah.
Mekanismenya dihitung dari imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun, dikurangi dengan hasil penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan. Selisih tersebut kemudian dibagi dua, separuh menjadi beban pemerintah, separuh menjadi beban BI.
Bagian beban yang ditanggung BI diwujudkan dengan tambahan bunga pada rekening pemerintah yang ditempatkan di BI.
"Misalnya, jika hasil perhitungan menunjukkan angka 2,15%, BI menanggung tambahan bunga sebesar itu untuk rekening pemerintah," kata Denny. (Ins/E-1)