
ANGGOTA Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto mengatakan kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berulang di berbagai daerah harus menjadi evaluasi dan pembenahan. Badan Gizi Nasional (BGN) diminta tak hanya fokus pada peningkatan jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Fakta adanya penerima manfaat MBG yang menunjukkan gejala keracunan menunjukkan lemahnya kontrol mutu," kata Edy, Jumat (19/9).
Politisi PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa akar masalah dari kasus-kasus keracunan massal ini tidak bisa dilepaskan dari peran BGN yang lebih fokus mengejar kuantitas dapur demi meningkatkan serapan anggaran.
Perlu diketahui bahwa anggaran BGN sejumlah Rp71 triliun baru terserap 18,6 persen. Untuk meningkatkan serapan, Edy menduga BGN terus berupaya meningkatkan jumlah SPPG.
"Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi ada yang belum memenuhi standar,” kata Edy.
Dia menjelaskan bahwa sebagian besar pembangunan dapur MBG diserahkan ke yayasan masyarakat. Yayasan ini tidak memiliki cukup modal untuk membangun SPPG. Dengan keterbatasan tersebut, dapur dibangun belum sesuai ketentuan agar mengurangi potensi cemaran, seharusnya dalam awal pendirian SPPG ini perlu diawasi. Edy juga memberikan usulan agar yayasan ini diberikan pinjaman lunak untuk mendirikan SPPG yang sesuai dengan ketentuan.
"Pembenahan dari hulu ini penting karena membangun SPPG ini bukan hanya mendirikan bangunan saja. Dengan adanya standar harapannya dapat mengurangi adanya cemaran yang masuk dalam makanan,” tuturnya.
Lebih jauh, Edy menyoroti bahwa SPPG harusnya ada akreditasi atau verifikasi dari lembaga di luar BGN untuk memastikan kelayakan dan standar mutu.
"Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” ungkapnya.
Selain BGN, kritik tajam juga dilayangkan kepada Badan POM dan Dinas Kesehatan daerah yang belum menjalankan fungsi pengawasan dengan optimal. Edy menyebut bahwa seharusnya Badan POM dan Dinkes melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Ia mengusulkan minimal sebulan sekali.
“BPOM sudah diberikan tambahan anggaran sampai Rp 700 miliar untuk pengawasan SPPG,” katanya.
“Keselamatan penerima manfaat MBG jauh lebih penting daripada sekadar mengejar target pembangunan dapur atau angka serapan anggaran,” tutur Edy. (H-4)