
SEORANG pria asal Kanada, Brent Chapman, akhirnya kembali bisa melihat, setelah hampir dua dekade hidup dengan gangguan penglihatan parah. Chapman, yang kini berusia 34 tahun, menjalani operasi medis langka dengan menanamkan gigi ke dalam matanya atau dikenal sebagai tooth-in-eye surgery.
Kisah ini bermula saat Chapman berusia 13 tahun. Ia mengalami reaksi parah akibat konsumsi ibuprofen yang memicu sindrom Stevens-Johnson, kondisi langka yang menyebabkan luka bakar pada kulit dan permukaan mata. Chapman koma selama hampir sebulan, kehilangan mata kiri, dan hanya menyisakan sebagian penglihatan pada mata kanannya.
Sejak itu, ia menjalani hampir 50 kali operasi transplantasi kornea. Namun, hasilnya tidak pernah bertahan lama. “Kadang kornea baru bisa bertahan beberapa bulan atau tahun, tapi tidak pernah benar-benar menyembuhkan,” ujarnya.
Harapan baru muncul ketika Dr. Greg Moloney, profesor klinis bedah kornea di University of British Columbia, menawarkan prosedur tooth-in-eye. Metode ini melibatkan pencabutan gigi taring pasien, dipotong menjadi blok kecil, lalu dibor untuk menanamkan lensa plastik di dalamnya. Gigi tersebut kemudian ditanam sementara di pipi agar jaringan tumbuh sebelum akhirnya dipindahkan ke mata untuk menggantikan fungsi kornea.
“Gigi adalah struktur ideal untuk menopang lensa karena kuat, kaku, dan berasal dari tubuh pasien sendiri sehingga kecil kemungkinan ditolak,” jelas Moloney. Prosedur ini sangat jarang dilakukan, memakan waktu lebih dari 12 jam, dan hanya dikerjakan oleh segelintir spesialis di dunia.
Operasi Berhasil
Bagi Chapman, hasil operasi tersebut luar biasa. Setelah tahap akhir pada Agustus lalu, ia kini memiliki penglihatan 20/30, sedikit berbeda dengan orang normal. “Rasanya seperti melihat dunia untuk pertama kali lagi. Aku bisa menghargai hal-hal kecil yang dulu hilang,” katanya.
Momen paling emosional bagi Chapman adalah ketika ia dan sang dokter bisa saling menatap mata untuk pertama kalinya setelah 20 tahun. “Kami berdua hampir menangis. Itu hal yang tidak pernah aku alami selama ini,” tambahnya.
Babak Baru
Kini Chapman bisa melihat kembali keluarganya, termasuk keponakan-keponakan yang ia sebut sebagai pemandangan favorit. Ia juga bersemangat kembali bekerja sebagai terapis pijat setelah lama bolak-balik menjalani operasi.
Lebih dari itu, Chapman merasa hidupnya mendapatkan babak baru. “Dulu aku takut membuat rencana karena selalu ada risiko operasi mendadak. Sekarang aku bisa bermimpi lagi tanpa rasa takut,” ujarnya.
Kasus Chapman sekaligus menyoroti pentingnya inovasi medis dalam menangani kondisi langka yang tak bisa diselesaikan dengan metode standar. Meski rumit, tooth-in-eye surgery menjadi bukti bagaimana ilmu kedokteran mampu mengembalikan harapan bagi pasien yang hampir kehilangan segalanya. (CNN/Z-2)