
DATA pelayanan kesehatan yang dihimpun oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah menyebutkan reaksi stres akut dan gangguan penyesuaian diri merupakan diagnosis penyakit terbanyak yang dialami pasien jemaah gelombang 1 semenjak kedatangannya di awal Mei lalu.
Meskipun penyakit seperti gangguan jantung, hipertensi, dan diabetes menjadi posisi yang teratas, namun kasus stress akut dan gangguan penyesuaian diri para tamu Allah juga perlu mendapat perhatian serius sebagai permasalahan kesehatan yang seringkali ditangani oleh para petugas kesehatan di Daerah Kerja (Daker) Madinah.
Dokter spesialis jiwa di KKHI Madinah, Kusufia Mirantri mengungkapkan bahwa tekanan fisik, perubahan lingkungan drastis, kelelahan, serta perpisahan sementara dan/atau tanpa pendampingan dari keluarga dapat menjadi pemicu stres signifikan bagi jemaah.
"Banyak jemaah, terutama lansia atau mereka yang memiliki kerentanan sebelumnya, mengalami kesulitan beradaptasi. Stress dan gangguan penyesuaian ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis," kata Kusufia dalam keterangannya, Senin (12/5).
Oleh karena itu, penting bagi sesama jemaah maupun pendamping atau keluarga untuk mengenali tanda-tanda awal masalah kejiwaan agar dapat segera memberikan dukungan atau mencari bantuan profesional.
Kusufia menekankan bahwa deteksi dini adalah kunci untuk penanganan yang efektif, sehingga tidak mengganggu kekhusyukan ibadah jamaah.
"Banyak jemaah, terutama lansia atau mereka yang memiliki kerentanan sebelumnya, mengalami kesulitan beradaptasi. Stress dan gangguan penyesuaian ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis," ujarnya.
Adapun, untuk mengenali tanda-tanda seorang jemaah mengalami masalah kejiwaan diantaranya dengan adanya perubahan perilaku yang mencolok.
"Coba perhatikan, jika ada jemaah yang biasanya ceria dan mudah bergaul tiba-tiba menjadi mudah tersinggung, atau sebaliknya, menarik diri secara ekstrem, lebih suka menyendiri, dan enggan berinteraksi dengan orang lain,ucapnya.
Kemudian jemaah mengalami, kesulitan tidur atau insomnia. Gangguan tidur yang persisten, seperti sulit untuk memulai tidur, sering terbangun di malam hari, atau merasa tidak segar setelah tidur, bisa menjadi pertanda adanya tekanan mental. Kurang tidur dapat memperburuk kondisi emosional dan kognitif jamaah.
Adanya kecemasan atau ketakutan yang berlebihan. Merasa sedikit cemas di lingkungan baru adalah wajar. Namun, jika kecemasan tersebut menjadi berlebihan, tidak rasional, dan mengganggu aktivitas sehari-hari misalnya, takut keluar kamar, takut ke masjid meski ditemani, atau panik berlebihan saat berada di keramaian ini memerlukan perhatian serius.
Ada juga yang mengalami kebingungan terhadap tempat, waktu, dan orang (disorientasi). Jemaah yang mengalami masalah kejiwaan mungkin menunjukkan tanda-tanda kebingungan.
"Mereka bisa jadi tidak tahu sedang berada di mana, lupa hari atau tanggal, bahkan kesulitan mengenali teman serombongan atau pendampingnya,” jelas dr. Upi sapaan akrabnya.
Kondisi ini sering disebut disorientasi dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Terakhir yaitu terjadi perubahan mood yang cepat dan tidak terduga. Perhatikan fluktuasi suasana hati yang ekstrem dan cepat.
Seorang jemaah mungkin tiba-tiba menjadi sangat mudah marah karena hal sepele, atau sebaliknya, mendadak menjadi sangat sedih, menangis tanpa alasan yang jelas, padahal beberapa saat sebelumnya tampak biasa saja. (H-1)