
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengaku prihatin atas peristiwa tawuran siswa sekolah dasar (SD) di Cilangkap, Kota Depok, pada 10 Mei 2025. Peristiwa itu, katanya, menjadi peringatan bagi seluruh pihak untuk memperkuat pengasuhan, pendidikan karakter, dan pengawasan terhadap anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
“Kami memandang peristiwa ini sebagai hal yang sangat memprihatinkan dan perlu ditangani secara serius. Seluruh anak Indonesia adalah anak kita yang seharusnya berada dalam lingkungan aman dan mendukung tumbuh kembangnya,” kata Arifah dalam keterangannya, Senin (12/5).
Menurutnya, tawuran yang melibatkan anak usia SD merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Penanganan terhadap anak-anak yang terlibat dalam peristiwa tersebut, ujar dia, harus mengedepankan pendekatan perlindungan, pembinaan, dan rehabilitasi, bukan tindakan represif. Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Menurut UU tersebut, anak di bawah usia 12 tahun tidak dapat diproses secara pidana.
“Anak-anak yang terlibat perlu mendapatkan pendampingan intensif serta program rehabilitasi psikososial agar tidak mengulangi perilaku serupa. Mereka bukan pelaku kriminal, melainkan korban dari sistem yang belum cukup hadir untuk melindungi mereka,” tutur Arifah.
Menteri PPPA menggarisbawahi pentingnya peran sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak. Dalam hal ini, penguatan peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan menjadi kunci dalam upaya deteksi dan penanganan dini terhadap potensi kekerasan.
“Pendidikan karakter harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses belajar-mengajar. Anak perlu dibekali keterampilan mengelola emosi, menyelesaikan konflik secara damai, serta menjunjung nilai kemanusiaan dan toleransi,” katanya.
Selain itu, untuk memperkuat upaya preventif, menteri PPPA mendorong pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI) berbasis isu perlindungan anak di tingkat desa/kelurahan. Kehadirannya sebagai forum kolaboratif lintas sektor, termasuk sekolah, tokoh masyarakat, dan aparat untuk mencegah dan menangani perilaku menyimpang secara terpadu.
Dalam upaya penanganan, Menteri PPPA mendorong penguatan peran Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dalam memberikan layanan rehabilitasi kepada anak-anak yang terlibat dalam kekerasan atau perilaku menyimpang.
Menteri PPPA menyebutkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Depok untuk memastikan dilakukannya pendampingan. Hal itu sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Langkah-langkah yang dilakukan mencakup penjangkauan, dukungan psikososial, dan skrining kondisi anak sebagai bagian dari upaya pencegahan sekunder. (H-4)