
MALAM itu, langit Jakarta bersih dari mendung. Bintang-bintang bertaburan, dan bulan yang biasanya hanya tampak pucat di kejauhan perlahan berubah warna. Di atas kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Minggu (7/9) malam, ada sesuatu yang berbeda, gerhana bulan total, atau yang lebih dikenal sebagai blood moon, menyapa ibu kota.
Cuaca cerah ini menjadi kabar baik bagi para pemburu fenomena langit, terutama mereka yang ingin menyaksikan gerhana bulan total. Di pelataran Teater Jakarta, ratusan orang menggelar tikar, mendirikan tenda kecil, dan menengadah ke langit. Anak-anak, remaja, hingga orang tua duduk berdekatan, bersatu dalam satu semangat: menikmati malam langka bersama gerhana bulan.
Salah satu dari mereka adalah Irena, 25, yang datang dari Bogor, Jawa Barat. Dengan kamera di tangan dan senyum semringah di wajahnya, ia berharap bisa mengabadikan momen langit yang hanya terjadi beberapa tahun sekali.
Irena tak sendiri. Malam itu, kegiatan bertajuk “Piknik Malam Bersama Gerhana Bulan Total 2025” diadakan di TIM. Awalnya, acara ini hanya dibuka untuk 300 peserta. Tapi karena peminat membludak, panitia pun membuka pendaftaran tambahan hingga mencapai 2.000 orang. Semua kursi terisi. Bahkan beberapa pengunjung datang tanpa daftar lebih dulu, sekadar ingin menjadi bagian dari malam istimewa itu.
Cuaca yang cerah menjadi berkah tersendiri. Tak perlu teleskop untuk melihat gerhana malam itu, bulan bisa dinikmati dari berbagai sudut kota, termasuk dari wilayah penyangga Jakarta.
Namun, bagi yang ingin melihat lebih dekat, delapan teleskop telah disiapkan oleh pihak penyelenggara melalui Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta TIM. Warga bergiliran mengintip ke lensa, melihat detil detik-detik gerhana dengan lebih jelas.
Bagi sebagian lainnya, pengalaman lebih dalam bisa dirasakan dari dalam Planetarium, tempat mereka mendengarkan penjelasan langsung dari para pakar. Salah satunya adalah Cecep Nurwendaya, pakar astronomi dari Tim Falakiyah Kementerian Agama, yang menjelaskan proses ilmiah gerhana dengan bahasa yang mudah dipahami.
Proses Gerhana: Dari Penumbra hingga Blood Moon
Gerhana dimulai pada pukul 22.28 WIB, saat bulan mulai memasuki bayangan penumbra bumi. Bulan terlihat sedikit redup, namun masih tampak bulat.
Sekitar pukul 23.27 WIB, fase parsial dimulai. Bayangan bumi perlahan menutupi permukaan bulan, membuatnya tampak lebih gelap. Lalu pada 00.31 WIB, fase yang paling dinanti tiba, gerhana bulan total. Warna merah mulai muncul di permukaan bulan, meskipun tertutup awan tipis yang mengaburkan intensitasnya.
Menurut Prof. Thomas Djamaluddin, peneliti astronomi dan astrofisika dari BRIN, warna merah muncul karena ada cahaya merah yang dibiaskan bumi dan mengenai bulan. Itulah yang membuat bulan tampak merah darah,
Namun, di balik keindahannya, gerhana ini juga menyimpan fakta ilmiah penting. Bayangan bumi yang melengkung saat menutupi bulan menjadi bukti nyata bahwa bumi berbentuk bulat, bukan datar seperti yang dipercaya sebagian kelompok.
Gerhana total malam itu berlangsung selama 1 jam 23 menit, dengan keseluruhan proses gerhana—dari penumbra hingga selesai—berlangsung sekitar 5 jam 29 menit.
Ini membuatnya berbeda dengan gerhana matahari yang biasanya hanya terjadi beberapa menit. Dengan waktu yang panjang, para pemburu keindahan alam itu pun bisa lebih santai menikmati setiap fase, tanpa terburu-buru.
Sekitar pukul 01.54 WIB, bulan keluar dari bayangan inti bumi dan kembali memasuki fase parsial. Awan tipis yang sempat menutupi mulai memudar, dan langit kembali terang.
Hingga pukul 03.57 WIB, gerhana resmi berakhir. Beberapa warga masih bertahan, enggan pulang, menikmati sisa malam yang terasa magis.
Kita yang Beruntung
Ketua Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ), Muhammad Rezky. mengatakan tak semua negara seberuntung Indonesia. Di beberapa wilayah Eropa, Afrika, dan Jepang, hanya sebagian fase gerhana yang terlihat. Sementara di sebagian besar Amerika, termasuk Kanada dan AS, gerhana tak tampak sama sekali.
"Jadi untuk kali ini bisa dibilang giliran kita (Jakarta) yang bisa merasakan gerhana dari awal sampai akhir," kata Rezky yang lulusan astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) dikutip Antara, Senin (8/9).
Fenomena gerhana bulan total yang bisa diamati secara penuh seperti kali ini diperkirakan baru akan terjadi lagi pada 31 Desember 2027. Sementara itu, pada 3 Maret 2026, Indonesia hanya akan dapat menyaksikan bagian akhir dari gerhana bulan total. (Ant/P-4)