BBM Campur  Etanol 10 Rusak Kendaraan? Ini Kata Pertamina

4 hours ago 2
BBM Campur  Etanol 10 Rusak Kendaraan? Ini Kata Pertamina Ilustrasi.(Dok.MI)

DIREKTUR Utama Pertamina Patra Niaga  Mars Ega Legowaputra menegaskan campuran etanol 10% untuk bahan bakar minyak (BBM) dapat mengurangi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. 

Kebijakan mandatori bahan bakar minyak (BBM) campuran etanol 10% (E10) rencananya akan mulai berlaku 2026. Rencana ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat, sebagian di antaranya khawatir penggunaan etanol dapat menurunkan performa kendaraan atau membuat konsumsi bahan bakar lebih boros.

“Etanol adalah bioenergi yang bisa kita produksi sendiri. Indonesia memiliki potensi besar dari sektor pertanian dan perkebunan untuk menghasilkan etanol. Ini merupakan langkah menuju kemandirian energi,” ujar Mars Ega Legowaputra.

Program ini, kata dia, mendukung target Indonesia mencapai Net Zero Emission pada 2060. Sejak 2023, Pertamina telah memasarkan Pertamax Green 95 yang mengandung campuran etanol 5% (E5) di 170 SPBU yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Menurut Ega, selama dua tahun uji pasar berjalan tanpa kendala berarti, dan permintaan masyarakat terus meningkat.

Ahli bahan bakar dan pembakaran Tri Yuswi Jayanto Zainuri menegaskan bahwa etanol aman digunakan pada kendaraan bermotor. Meski kandungan energinya sedikit lebih rendah dari bensin murni, perbedaan performa kendaraan nyaris tidak terasa.

“Etanol memiliki angka oktan tinggi, antara 110-120, yang membuat proses pembakarannya lebih sempurna. Secara energi memang lebih rendah sekitar 3 persen, tapi pengemudi tidak akan merasakan perbedaan signifikan,” jelas Tri Yuswi.

Ia juga mengklarifikasi kesalahpahaman publik terkait alat Oktis 2 yang sering digunakan untuk mengukur angka oktan BBM secara mandiri. Menurutnya, alat tersebut tidak mengukur RON secara akurat karena tidak memakai standar internasional ASTM dengan mesin CFR (Corporate Fuel Research).

“Yang diukur Oktis 2 itu bukan RON, melainkan sifat dielektrik cairan. Jadi hasilnya tidak bisa dijadikan acuan kualitas BBM,” tegasnya.

Dari sisi industri, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Hari Budianto memastikan bahwa kendaraan di Indonesia sudah kompatibel dengan BBM campuran etanol.

“Sejak 2010, mesin sepeda motor anggota AISI sudah dirancang agar kompatibel hingga E10. Jadi tidak ada masalah teknis,” ujarnya.

Hari menambahkan, sosialisasi tetap perlu diperluas agar publik memahami program ini dengan benar.

“Kekhawatiran muncul karena kurangnya informasi. Penting untuk dijelaskan bahwa ini bukan ‘oplosan’, melainkan program energi hijau hasil kolaborasi pemerintah dan industri,” katanya. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |