Ilustrasi(Baznas)
Upaya memperkuat ekonomi pesantren terus digencarkan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Salah satu upaya dilakukan melalui program Santripreneur 2025 Klaster Usaha Peternakan, yang sukses menggelar Bootcamp dan Grand Final di Kopontren Al Ittifaq, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Inisiatif ini merupakan hasil kolaborasi antara Baznas, Sedekah Konsumen Alfamidi, dan Kopontren Al Ittifaq sebagai mitra pelaksana. Program ini menjadi langkah konkret dalam membangun kemandirian ekonomi santri melalui penguatan kapasitas wirausaha di sektor peternakan, salah satu pilar penting dalam ekosistem ekonomi pesantren.
Program Baznas Santripreneur merupakan salah satu agenda unggulan Baznas RI yang berorientasi pada pengembangan usaha produktif di lingkungan pesantren. Melalui pelatihan, pendampingan, serta dukungan permodalan, program ini bertujuan mencetak santri berjiwa wirausaha, mandiri, dan kompetitif.
Sejak diluncurkan pada 2023, program ini telah memberdayakan 1.485 mustahik di 28 provinsi dan 225 kabupaten/kota. Tahun ini, sebanyak 50 peserta terbaik dari 2.902 pendaftar mengikuti bootcamp intensif selama lima hari untuk memperdalam strategi bisnis, menyusun rencana usaha, hingga mempresentasikan inovasi mereka di ajang grand final dengan total bantuan modal usaha mencapai Rp500 juta.
Kepala Departemen Pendayagunaan Baznas Provinsi Jawa Barat, Nayif Sujudi, menilai program ini terbukti efektif dalam memperkuat daya ekonomi pesantren sekaligus mencetak generasi santri yang siap menghadapi tantangan zaman.
“Kegiatan Santripreneur sangat efektif meningkatkan daya perekonomian di pesantren. Kami ingin kegiatan ini menjadi pilar penting dalam melahirkan santri yang tangguh, adaptif, dan mampu berperan aktif dalam pembangunan ekonomi umat,” ujarnya.
Ia menegaskan, santri kini tidak hanya dituntut unggul secara spiritual, tetapi juga harus memiliki kompetensi ekonomi dan jiwa wirausaha.
“Santri harus berani berinovasi, mengembangkan usaha, dan menciptakan lapangan kerja baru. Santri masa kini bukan hanya ahli mengaji, tapi juga profesional dan mandiri secara ekonomi,” tambahnya.
Sinergi Ekonomi Pesantren dan Ketahanan Pangan Nasional
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Sugeng Santoso, menilai inisiatif Baznas sejalan dengan strategi pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Santripreneur memiliki semangat yang sama dengan program kemandirian pangan dan penguatan koperasi desa. Santri pelaku usaha peternakan dapat menjadi bagian penting dari rantai pasok pangan nasional. Sinergi seperti ini perlu diperluas agar manfaatnya semakin dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, CEO Kopontren Al Ittifaq, Setia Irawan, menegaskan pentingnya menjadikan pesantren sebagai pusat penggerak ekonomi umat.
“Program ini bukan sekadar lomba, tapi proses pembelajaran berkelanjutan. Santri perlu terus mengasah keterampilan, membangun jejaring, dan berkontribusi nyata bagi lingkungannya. Santri yang kuat bukan hanya cakap mengaji, tapi juga mampu berwirausaha,” tegasnya.
Melalui program Santripreneur, Baznas menegaskan komitmennya dalam membangun ekosistem ekonomi berbasis pesantren yang berkelanjutan, inovatif, dan inklusif. Pesantren diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi umat, tidak hanya di sektor peternakan, tetapi juga di bidang pertanian, kuliner, dan industri kreatif, guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
Dengan semangat 'dari santri untuk negeri', program ini membuka jalan bagi lahirnya generasi wirausaha santri yang berdaya saing global sekaligus berakar pada nilai-nilai keislaman dan kemandirian ekonomi umat. (E-3)


















































