Rapat koordinasi Penanganan Korban Ponpes Al Khoziny di Posko BNPB di lokasi ponpes di Sidoarjo, Sabtu pagi (4/10).(MI/ Hery Susetyo)
BANYAKNYA korban ambruknya Ponpes Al Khoziny yang belum ber-KTP, menjadi salah satu kendala dalam proses identifikasi. Dengan begitu proses identifikasi memerlukan waktu yang lebih lama karena melalui pencocokan DNA.
Kesulitan identifikasi ini disampaikan pihak Tim DVI (Disaster Victim Identification) Polri saat rapat koordinasi Penanganan Korban Ponpes Al Khoziny di Posko BNPB di lokasi ponpes di Sidoarjo, Sabtu pagi (4/10). Rapat koordinasi dipimpin langsung oleh Kepala BNPB Letjen Suharyanto.
Dalam rapat disampaikan, salah satu kesulitan melakukan identifikasi adalah dikarenakan banyak korban yang belum berusia 17 tahun sehingga belum ber-KTP. Dengan begitu, sidik jari mereka juga belum terdata di catatan kependudukan.
Proses identifikasi pun menggunakan metode pencocokan DNA yang hasilnya baru diketahui dua hingga tiga minggu. Saat ini ada 57 keluarga inti yang sudah diambil sampel darahnya. "Proses identifikasi tidak bisa cepat karena banyak anak-anak belum memiliki KTP, dan sidik jari tidak tersedia," kata Letjen Suharyanto.
Data korban per Sabtu (4/10), total korban peristiwa ponpes ambruk tersebut mencapai 118 orang, dengan 14 diantaranya meninggal dunia. Lima korban meninggal sudah teridentifikasi dan sembilan lagi masih proses identifikasi. Saat ini diperkirakan masih ada 49 korban yang terjebak di reruntuhan bangunan. (M-1)


















































