Ilustrasi SPPG MBG.(Dok. Antara)
PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) diinisiasi oleh pemerintah bertujuan untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi bagi kelompok masyarakat rentan salah satu solusi untuk mengatasi stunting, seperti anak-anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Namun, dalam implementasinya terjadi banyak kendala di lapangan, salah satunya terlihat dari rangkaian kasus keracunan MBG.
"Program MBG bukan sekadar formalitas. Tujuannya untuk menunjang kesehatan serta perkembangan peserta didik baru. Karena itu, makanan yang diberikan harus bergizi, memenuhi standar, dan tidak boleh asal-asalan," kata akademisi Pascasarjana STIE Sultan Agung, Robert Tua Siregar, Jumat (26/9).
Selain itu, melalui program MBG, lanjut Robert, diharapkan nantinya akan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat terutama di pedesaan, dengan melibatkan petani, nelayan, peternak, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal sebagai pemasok bahan baku.
"Dan apabila ditemukan vendor yang tidak profesional, meminta pemerintah daerah tidak ragu mengambil langkah tegas, termasuk pemutusan kontrak," tegasnya.
Ketua Pusat Unggulan Iptek Unpri ini mengungkapkan terjadinya keracunan pada pemberian MBG di sejumlah daerah masih terus terjadi. Korban keracunan yang tidak sedikit jumlahnya itu mendorong sejumlah pihak untuk mendesak agar program unggulan pemerintah ini dihentikan.
"Dari informasi yang dihimpun, korban keracunan MBG mencapai lebih dari seribu orang dan terdapat ratusan korban di beberapa daerah lainnya. Dugaan muncul keracunan disebabkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak memiliki tenaga yang ahli memasak dalam jumlah besar," ungkapnya.
"Seharusnya di kontrak sudah jelas aturan-aturannya, mulai dari segi gizi hingga jadwal pengiriman. Kalau masalah terus terjadi, tentu vendor atau dapur SPPG harus dievaluasi. Bahkan, kalau tidak ada perbaikan, kontraknya bisa diputus," tandasnya kembali.
Namun untuk lebih efektifnya program MBG, ia menilai seharusnya program tersebut disinkronkan dengan program BOS, dimana pihak sekolah dan mitra bisa lebih optimal dan pertanggungjawaban juga bisa lebih baik. Pengawasan dari semua pihak dengan adanya SPPG yang berkordinasi dengan pihak sekolah.
"Namun saat ini kita juga bisa pahami karena skema ini merupakan program baru, perlu kaji ulang pelaksanaannya," kata Robert. (H-3)


















































