Bangun Perdamaian Gaza Harus Punya Mandat Internasional

2 hours ago 1
Bangun Perdamaian Gaza Harus Punya Mandat Internasional Kondisi di Gaza.(Al Jazeera)

SETIAP langkah menuju perdamaian di Jalur Gaza, Palestina, harus memiliki mandat dan legitimasi internasional yang kuat. Pernyataan tersebut ditegaskan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono dalam Pertemuan Tingkat Menteri mengenai Palestina yang berlangsung di Istanbul, Turki, pada Senin (3/11).

Dalam pertemuan tersebut, Sugiono menekankan dukungan Indonesia terhadap upaya perdamaian yang nyata dan terukur sesuai dengan butir-butir proposal damai serta kesepakatan bersama yang sebelumnya dicapai pada pertemuan di Sharm El Sheikh.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia siap berkontribusi dalam implementasi perdamaian, termasuk melalui pengiriman pasukan pemelihara perdamaian di bawah mandat PBB untuk membantu memantau situasi di lapangan, melindungi warga sipil, serta mendukung rekonstruksi Gaza.

"Kami mendukung langkah nyata menuju perdamaian. Namun pelaksanaannya harus berada di bawah mandat resmi PBB atau mekanisme lain yang sah. Kejelasan mandat sangat penting agar proses ini memiliki legitimasi dan dapat diimplementasikan secara efektif," katanya keterangan tertulis Kemenlu RI di Jakarta, kemarin.

Sugiono juga menyoroti pentingnya koordinasi antarnegara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) agar inisiatif perdamaian berjalan sejalan dengan tujuan mewujudkan solusi dua negara dan memberikan masa depan yang berdaulat bagi rakyat Palestina. Pertemuan di Istanbul dipimpin Menlu Turki Hakan Fidan dan dihadiri para menlu dari Arab Saudi, Pakistan, dan Yordania, serta menteri negara dari Qatar dan Uni Emirat Arab. 

Agenda utama forum tersebut mencakup pembahasan implementasi rencana perdamaian Gaza. Fokusnya pada efektivitas gencatan senjata dan dukungan terhadap proses rekonstruksi di wilayah yang hancur akibat konflik berkepanjangan. 

Pasukan keamanan 

Sejalan imbauan itu, Amerika Serikat (AS) mengajukan rancangan resolusi kepada beberapa anggota Dewan Keamanan PBB pada Senin. Isinya usulan pembentukan Pasukan Keamanan Internasional (International Security Force/ISF) di Gaza untuk jangka waktu minimal dua tahun. 

Salinan rancangan yang diperoleh Axios, kemarin, menunjukkan bahwa pasukan tersebut akan memiliki mandat luas untuk mengamankan dan mengelola Gaza hingga akhir 2027. Namun, ada kemungkinan perpanjangan setelah periode tersebut.

Rancangan tersebut, yang diberi label Sensitif tetapi tidak Rahasia, diperkirakan menjadi dasar pembahasan antaranggota Dewan Keamanan dalam beberapa hari mendatang. Seorang pejabat AS mengatakan pemungutan suara resmi mengenai pembentukan pasukan ini ditargetkan berlangsung dalam beberapa minggu ke depan dengan pengerahan awal dijadwalkan pada Januari 2026.

Pejabat tersebut menegaskan bahwa ISF bukan pasukan penjaga perdamaian, melainkan pasukan penegak hukum dengan mandat aktif. Pasukan ini akan dibentuk melalui kerja sama sejumlah negara dan dikonsultasikan dengan Dewan Perdamaian Gaza, badan baru yang menurut Presiden AS Donald Trump akan ia pimpin.

Dalam draf tersebut dijelaskan bahwa ISF akan bertugas mengamankan perbatasan Gaza dengan Israel dan Mesir, melindungi warga sipil serta jalur kemanusiaan, dan melatih pasukan kepolisian Palestina baru yang akan menjadi mitra lokal mereka. Pasukan ini juga akan menjaga stabilitas keamanan Gaza melalui proses demiliterisasi, termasuk menghapus infrastruktur militer dan menonaktifkan senjata kelompok bersenjata nonnegara. 

Pelucutan senjata

Mandat ini secara tidak langsung mencakup pelucutan senjata Hamas jika kelompok tersebut tidak melakukannya secara sukarela. Selain itu, ISF akan diberi wewenang mengambil langkah tambahan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan perjanjian Gaza serta memastikan keamanan selama masa transisi ketika Israel secara bertahap menarik diri dari wilayah Gaza. 

Dalam periode yang sama, Otoritas Palestina diharapkan melakukan reformasi kelembagaan agar dapat mengambil alih pemerintahan secara penuh di masa mendatang. Negara-negara seperti Indonesia, Azerbaijan, Mesir, dan Turki disebut siap berpartisipasi dalam misi ini. 

Menurut rancangan resolusi, ISF akan beroperasi di bawah komando terpadu yang disetujui Dewan Perdamaian. Seluruh kegiatan akan dilakukan dengan konsultasi erat bersama Mesir dan Israel.

Pasukan tersebut akan memiliki kewenangan untuk menggunakan semua langkah yang diperlukan sesuai hukum internasional, termasuk hukum humaniter, guna melaksanakan mandatnya. Rancangan resolusi juga menetapkan Dewan Perdamaian sebagai administrasi pemerintahan transisi Gaza yang akan mengelola prioritas pembangunan serta menghimpun dana rekonstruksi hingga Otoritas Palestina menyelesaikan reformasi yang disepakati. 

Dewan tersebut akan mengawasi komite teknokratis Palestina yang apolitis beranggotakan warga Gaza yang kompeten dan bertanggung jawab atas layanan sipil serta administrasi harian.

Menurut pejabat AS, Dewan Perdamaian diharapkan dapat beroperasi lebih dulu sebelum komite teknokratis terbentuk. Bantuan kemanusiaan nanti disalurkan melalui PBB, Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan organisasi kemanusiaan lain yang bekerja sama dengan Dewan Perdamaian. Setiap lembaga yang terbukti menyalahgunakan atau mengalihkan bantuan akan dilarang beroperasi di Gaza di bawah mandat baru ini. 

Pelecehan seksual 

Sementara itu, Israel menahan mantan pengacara senior militer pada Senin (3/11) setelah ia dituduh membocorkan rekaman yang diduga menunjukkan tentara Israel melakukan pelecehan seksual terhadap seorang tahanan Palestina di pusat penahanan yang terkenal karena penyiksaan, Sde Teiman.

Pengacara tersebut, Mayor Jenderal Yifat Tomer-Yerushalmi, mengundurkan diri sebagai advokat jenderal militer pada Jumat (31/10) di tengah badai yang semakin besar di Israel atas rekaman tersebut. Sayangnya, upaya berfokus bukan pada penyiksaan, melainkan dugaan penipuan yang dilakukan Tomer-Yerushalmi dan yang disebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Minggu (2/11) sebagai perusakan reputasi sangat besar bagi Negara Israel setelah kebocoran tersebut tayang di saluran berita Israel tahun lalu.

Tomer-Yerushalmi ditahan atas tuduhan yang mencakup penghalangan keadilan, penipuan, dan penyalahgunaan jabatan, menurut putusan hakim yang memperpanjang penahanannya hingga Rabu (5/11). Dalam pernyataan yang mengumumkan pengunduran dirinya, Tomer-Yerushalmi mengakui merilis rekaman tersebut. 

Hal itu dilakukan dalam upaya melawan propaganda palsu terhadap aparat penegak hukum di militer, sambil membela keputusannya untuk menyelidiki penyiksaan tersebut. "Sayangnya, pemahaman dasar bahwa ada tindakan yang tidak boleh dilakukan, bahkan terhadap tahanan yang paling hina sekali pun, tidak lagi meyakinkan semua orang," tulisnya seperti dilansir The Washington Post, kemarin. (I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |