Studi terbaru mengungkap Ariel, salah satu bulan Uranus, kemungkinan pernah memiliki lautan bawah permukaan sedalam 170 km. (NASA)
PENELITIAN terbaru mengungkap Ariel, salah satu bulan es Uranus, kemungkinan pernah menyembunyikan lautan raksasa sedalam lebih dari 170 kilometer di bawah permukaannya yang beku. Temuan ini menambah bukti bahwa satelit-satelit Uranus bisa jadi merupakan dunia samudra di masa lalu.
Dengan diameter 1.159 kilometer, Ariel lebih kecil dibanding banyak bulan di sekitar Jupiter maupun Saturnus. Namun, permukaannya yang cerah dan kompleks membuatnya unik. Kawasan penuh kawah kuno berdampingan dengan dataran muda yang mulus, diduga terbentuk oleh aktivitas kriovolkanisme, letusan vulkanik yang terjadi pada benda langit berselimut es.
Tim peneliti yang dipimpin Caleb Strom dari University of North Dakota mencoba memahami struktur internal Ariel di masa lalu dan bagaimana orbitnya berubah seiring waktu. Dengan memodelkan tarikan gravitasi Uranus, mereka menemukan orbit Ariel pernah jauh lebih elips dibandingkan sekarang. Perubahan gaya tarik ini diduga membuat kerak es Ariel retak dan bergelombang.
Hasil analisis menunjukkan eksentrisitas orbit Ariel dulu sekitar 0,04, atau 40 kali lebih besar dari orbitnya saat ini. Kondisi itu membuat orbitnya empat kali lebih elips dibanding Europa, bulan es Jupiter yang terkenal memiliki permukaan penuh retakan akibat aktivitas geologi.
Menurut para peneliti, skala retakan dan punggungan di Ariel hanya mungkin terjadi bila di bawah kerak es terdapat lapisan cair. Entah itu lautan besar dengan selubung es tipis, atau lautan lebih kecil yang terbentuk akibat tekanan orbit. “Apa pun skenarionya, kita tetap memerlukan keberadaan samudra untuk menjelaskan retakan di permukaan Ariel,” kata Alex Patthoff, ilmuwan Planetary Science Institute.
Penelitian ini mengikuti studi 2024 yang menemukan bukti lautan bawah permukaan di Miranda, bulan Uranus lainnya. Bersama temuan baru ini, ilmuwan menduga sistem Uranus pernah memiliki lebih dari satu dunia samudra. Temuan tersebut juga memperkuat argumen perlunya misi khusus ke Uranus.
Orbite and Probe
Misi Uranus Orbiter and Probe, yang direkomendasikan sebagai prioritas utama NASA dalam dekade 2023–2032, diharapkan dapat menyingkap misteri mengenai cincin Uranus, kemiringan ekstrem planet tersebut, hingga potensi lautannya. Meski pendanaan belum disetujui, banyak ilmuwan yakin misi itu bisa menghasilkan terobosan, sebagaimana misi Cassini yang merevolusi pemahaman kita tentang Saturnus.
Hingga kini, pesawat luar angkasa hanya memotret belahan selatan Ariel dan Miranda. Model terbaru para peneliti diharapkan bisa memprediksi apa yang akan ditemukan misi mendatang di wilayah utara kedua bulan tersebut, termasuk retakan baru dan permukaan yang mengalami pembaruan geologi.
“Pada akhirnya, kita harus kembali ke sistem Uranus dan melihatnya secara langsung,” ujar Tom Nordheim dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory, salah satu penulis studi.
Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Icarus edisi Januari 2026. (Space/Z-2)


















































