APBN Defisit, Kurangi Jumlah Penerima Subsidi Listrik

1 month ago 27
APBN Defisit, Kurangi Jumlah Penerima Subsidi Listrik Warga mengisi token listrik di ruang panel meteran di Rusun Bendungan Hilir, Jakarta.(MI/Usman Iskandar)

PENELITI Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Riza A Pujarama berpandangan pengurangan subsidi listrik sebagai langkah strategis untuk melonggarkan belanja negara. Dengan menekan beban subsidi di APBN tanpa menaikkan tarif bagi masyarakat, pemerintah diharapkan mampu menciptakan ruang fiskal baru yang bisa digunakan untuk kebutuhan pembangunan yang lebih produktif.

"Kalau bisa direalisasikan, ini bagus untuk APBN, bisa mengurangi beban belanja subsidi. Sehingga, bisa menciptakan ruang fiskal yang lebih luas," kata Riza, Senin (22/9).

Selama ini, subsidi tarif listrik diberikan dalam bentuk potongan harga atau diskon bagi penerima manfaat. 

Riza menjelaskan, konsep pengurangan subsidi tanpa mengubah tarif pada dasarnya adalah juga mendorong penurunan biaya produksi listrik melalui pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Untuk mengurangi beban tersebut, pemerintah sedang membahas program pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Riza mengatakan pemerintah mesti mencari inovasi baru agar biaya produksi listrik menjadi lebih murah.

"Biaya produksi listrik dari PLTS mungkin nantinya akan semakin murah, bahkan harus lebih murah dibandingkan PLTU," ucapnya.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Yayan Satyakti, menekankan perlunya melihat posisi subsidi listrik dalam kerangka instrumen fiskal. Menurutnya, penting untuk memperjelas arah subsidi listrik PLN.

"Seperti, seberapa besar penghematan yang ditargetkan, serta apakah tujuan utamanya untuk efisiensi fiskal, atau efisiensi pelayanan publik," katanya.

Ia menambahkan, pada dasarnya subsidi listrik ditujukan untuk meningkatkan ketahanan energi bagi masyarakat kurang mampu sekaligus memastikan subsidi tepat sasaran. Karena itu, akurasi dalam penentuan penerima subsidi menjadi faktor utama.

Yayan juga mempertanyakan, jika orientasi kebijakan diarahkan pada pemerataan layanan publik, perlu diperjelas jenis konsumen yang menjadi sasaran, apakah rumah tangga, industri, atau segmen lain. Selain itu, perlu dilihat apakah mekanisme baru nantinya benar-benar dapat meningkatkan akses listrik (accessible) serta keterjangkauan biaya listrik (affordable) bagi masyarakat luas.

"Apakah subsidi listrik ini akan diarahkan ke konsumen rumah tangga saja, industri, atau apa saja? Ini yang mesti diperjelas," tegasnya. (Ins/E-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |