
ANGKA kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), cenderung terus meningkat. Tak heran, sejumlah aktivis anak dan perempuan menilai Lembata tengah mengalami darurat kekerasan Perempuan dan anak.
Kekerasan seksual masih terus mendominasi. Pendekatan advokasi pencegahan tindak kekerasan perempuan dan anak yang konvensional pun dinilai tak lagi relevan.
Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak
Kepala Dinas Pemberdayaan perempuan dan anak Kabupaten Lembata, Maria Anastasia Barabaje, kepada Media Indonesia, Kamis (18/9), membenarkan fakta Lembata mengalami darurat kekerasan perempuan dan anak, sebab terus terjadi dari waktu ke waktu.
Iin Wangge, sapaan sang Kepala Dinas PPA Kabupaten Lembata, menuturkan jika dilihat dari rasio kasus kekerasan dalam 3 tahun terkhir, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat. Angka itu belum terhitung jumlah yang tidak mencuat baik di tingkat rumah tangga, Desa hingga Kebupaten.
"Menurut data kami di PPA, pada tahun 2023, terjadi 111 kasus, tahun 2024 menurun menjadi 63 kasus, dan hingga bulan September 2025 sudah terjadi 61 kasus. Angka ini diprediksi dapat meningkat hingga akhir tahun 2025. Angka ini tidak terhitung dengan kasus yang tidak dilaporkan di berbagai tingkatan," ujar Iin Wangge.
Ia merinci kekerasan perempuan dan anak di Lembata, di antaranya KDRT dan kekerasan fisik, penelantaran, kasus perceraian atau pisah ranjang di usia tua.
Sementara kasus kekerasan seksual sudah pada tahap darurat sebab terjadi berulang. Iin mengungkap, adanya modus kekerasan seksual terbaru di Lembata yakni, anak 'jual' anak dan anak jualan video pribadi.
Pendekatan Pemerintah
Pola pendekatan guna meminimalisasi kekerasan seksual anak secara konvensional yakni pendekatan struktural, dipandang tidak relevan lagi.
"Saat ini kita mengalami kemunduran dalam hal panutan dalam diri tokoh masyarakat dan tokoh pemerintah di berbagai level. Sehingga pendekatan melalui orangtua maupun tokoh masyarakat terhadap anak sudah tidak mempan. Kita membutuhkan pola pendekatan yang langsung menyasar anak," ujar Iin.
Pemerintah, kata Iin, sedang melakukan pendekatan yang langsung masuk ke dalam kelompok anak. Jika tidak, harapan adanya generasi emas akan sulit dicapai di Lembata.
Sementara itu, sekretaris Aldiras Lembata Elias Making mengatakan, komunitas civil society di Lembata perlu membuka diri bagi generasi muda untuk terlibat aktif dalam pergumulan dan gerak guna menata masa depan anak.
"Ruang-ruang ekspresi bagi anak di Lembata jangan lupa untuk disiapkan pemerintah, seperti komuntas, wadah tempat belajar dan peluang bekerja juga wajib dibuka seluas-luasnya bagi anak. Dengan demikian, pikiran dan energi positif dapat tersalurkan dan membawa dampak posistif bagi masa depan anak," ujar Elias. (PT/E-4)