Anggaran Ideal untuk Kemendikdasmen Disebut Minimal Rp110 Triliun

3 hours ago 1
Anggaran Ideal untuk Kemendikdasmen Disebut Minimal Rp110 Triliun Ruang kelas sekolah rusak dan terbatas di Kabupaten Serang.(Dok. Antara)

KOORDINATOR Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyayangkan anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) hanya mencapai Rp55,4 triliun pada tahun depan. Angka tersebut hanya 7 persen dari anggaran pendidikan yang mencapai Rp757,8 triliun.

“Artinya adalah perintah konstitusi pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa anggaran pendidikan itu minimal 20% dari APBN ini belum terpenuhi. Karena pendidikan dasar dan menengah sebagai fondasi dan pilar di dalam pengelolaan pendidikan nasional itu justru menjadi kementerian yang sangat kecil bahkan bisa dikatakan ‘yatim piatu’ di dalam alokasi anggaran pendidikan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (17/9).

Lebih lanjut, dia khawatir dengan anggaran yang minim ini, peningkatan kualitas pendidikan Indonesia untuk level PAUD, pendidikan dasar dan menengah tidak dapat mengalami peningkatan kualitas.

“Padahal PAUD dan Dikdasmen ini menjadi pilar pembangunan pendidikan nasional. Karena berbicara tentang misalnya rata-rata lama sekolah kita itu kan masih di 9 tahun atau sampai SMP gitu. Kemudian juga bagaimana kualitas literasi, numerasi, sains kita yang itu juga di usia SMP yang juga masih rendah kalau kita mengacu kepada rapor PISA,” kata Satriwan.

“Begitu juga program wajib belajar 13 tahun tidak akan bisa terlaksana karena anggaran untuk Kemendikdasmen ini sangat kecil gitu. Kalau kita lihat kementrian-kementrian lain apalagi MBG yang mengambil porsi anggaran pendidikan yang cukup besar, Kemendikdasmen ini sangat kecil sekali. Dampak yang kami khawatirkan juga akan terjadi adalah bagaimana tunjangan guru-guru nonASN terancam tidak diberikan,” lanjutnya.

Dia pun menekankan bahwa idealnya anggaran untuk Kemendikdasmen minimal sekitar Rp110 triliun agar dapat secara maksimal menjalankan berbagai program baik itu tunjangan untuk para guru, pemenuhan wajib belajar 13 tahun, dan lain sebagainya.

Secara terpisah, Pengamat pendidikan sekaligus Rektor Institut Media Digital Emtek (IMDE), Totok Amin Soefijanto, menegaskan bahwa porsi 20 persen anggaran pendidikan dari APBN merupakan amanat konstitusi dengan asumsi bahwa kualitas akan meningkat bila didukung anggaran yang memadai.

Namun demikian, kenyataannya anggaran tidak menjamin naiknya kualitas terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga.

“Belajar dari negara lain, sebenarnya ada faktor-faktor penting yang saling berkaitan, yaitu ada kesenjangan antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan tersebut di lapangan. Contohnya pembinaan guru yang terus berubah, tetapi di sekolah sepertinya tidak ada perbedaan yang signifikan. Semuanya business as usual,” ujar Totok.

Dia pun menyoroti anggaran MBG yang porsinya hampir 10 kali lipat anggaran Kemendikdasmen. Menurutnya hal ini terjadi karena memang program itu masif dilakukan ke semua anak sekolah baik negri ataupun swasta dan desa-kota.  

“Ini memang taruhan yang besar buat kebijakan pendidikan ke depan. Sebaiknya, di tahun pertama, ada evaluasi agar MBG berjalan baik dan tidak ada kebocoran. Peningkatan gizi tidak selalu selaras dengan peningkatan kualitas pendidikan, tetapi eksperimen Indonesia ini menarik untuk dipelajari,” tuturnya.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, anggaran Kemendikdasmen sebesar Rp55,4 triliun tersebut akan digunakan untuk membiayai sebagian usulan program dan kegiatan yang paling prioritas, antara lain penyesuaian satuan biaya Program Indonesia Pintar (PIP) SD dan SMP dengan sasaran yang masih sama seperti pada 2025 serta mempertimbangkan peningkatan harga dan memastikan dukungannya mencukupi.

Untuk SD dari Rp450 ribu per siswa per tahun menjadi Rp600 ribu per siswa per tahun. Untuk SMP dari Rp750 ribu per siswa per tahun menjadi Rp1 juta per siswa per tahun.

Tambahan ini juga akan digunakan untuk memperluas jangkauan PIP jenjang TK, dengan tujuan membantu pembiayaan peserta didik dari keluarga tidak mampu yakni 25% termiskin melalui dukungan biaya Rp450 ribu per siswa per tahun. Upaya ini sejalan dengan pelaksanaan wajib belajar 13 tahun yang juga mencakup satu tahun pra sekolah.

Kemendikdasmen juga akan menggunakan tambahan anggaran untuk menyesuaikan tunjangan guru non ASN dengan peningkatan satuan biaya insentif guru non ASN dari Rp300 ribu menjadi Rp500 ribu per guru per bulan untuk meningkatkan kesejahteraan guru.

Selain itu, untuk menambah sasaran program pembangunan dan revitalisasi satuan pendidikan sebagai upaya pemenuhan standar pelayanan minimum bidang pendidikan khususnya bagi sekolah dengan sarana prasarana terbatas rusak dan terdampak bencana.

Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan KKG (Kelompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) di daerah untuk mendorong peningkatan kualitas pengajaran dan kapasitas guru, termasuk untuk memastikan para guru mendapatkan informasi terbaru terkait kurikulum dan kebijakan pendidikan.

Kemudian mempercepat pelaksanaan digitalisasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan menguatkan guru dalam memfasilitasi pembelajaran STEM guna membekali anak-anak agar lebih siap, kompetitif, dan produktif di masa depan.

Terakhir untuk mengakselerasi penguatan pendidikan vokasi untuk menyiapkan lulusan pendidikan vokasi di dunia usaha dan industri sekaligus memastikan dukungan penciptaan lapangan kerja dari sektor pendidikan, dan penguatan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus guna memastikan akses pendidikan dasar dan menengah yang inklusif atau tersedia untuk semua kalangan. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |