Ribuan Muslim melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Kamis (1/12/2022). Dua kota suci Mekkah dan Madinah(ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)
ASOSIASI Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menilai kebijakan Umrah Mandiri yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) berpotensi memunculkan risiko tinggi bagi jamaah maupun ekosistem usaha haji-umrah di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Amphuri, Zaky Zakariya, mengatakan ketentuan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku usaha karena membuka peluang perjalanan ibadah dilakukan tanpa pendampingan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
“Jika legalisasi umrah mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino,” ujar Zaky dikutip dari Antara, Minggu (26/10).
Zaky menyebut sejarah perjalanan umrah menunjukkan banyak kasus penipuan dan kegagalan pemberangkatan. Tragedi gagal berangkat pada 2016 yang menimpa lebih dari 120.000 calon jamaah menjadi contoh bahwa pengawasan ketat saja belum cukup menghalangi praktik ilegal.
Selain keamanan ibadah, Amphuri menyoroti potensi kerugian ekonomi nasional. Kebijakan ini dinilai membuka ruang bagi platform perjalanan internasional yang dapat menjual paket langsung kepada masyarakat tanpa melibatkan pelaku usaha lokal.
“Jika hal ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus. Dana masyarakat akan mengalir keluar negeri, sementara jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan,” katanya.
Zaky mendorong Kementerian Haji dan Umrah RI serta DPR RI melalui Komisi VIII agar memberikan batasan teknis yang jelas agar tidak merusak ekosistem keumatan yang telah dibangun.
Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan regulasi umrah mandiri dibuat sebagai jawaban atas dinamika kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang semakin terbuka terhadap pelaksanaan perjalanan keagamaan.
Menurutnya, praktik umrah mandiri sebenarnya telah berlangsung di lapangan sebelum UU ini disahkan. Negara perlu hadir untuk memastikan keamanan dan ketertiban administrasi jamaah.
Pasal 86 ayat (1) huruf b UU PIHU menyatakan perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan secara mandiri.
Lebih lanjut, Pasal 87A mengatur sejumlah persyaratan bagi calon jamaah umrah mandiri, antara lain harus beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan, memiliki tiket pulang pergi ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.
“Melalui sistem ini, data dan transaksi umrah mandiri akan terintegrasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta platform Nusuk. Hal ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap WNI yang beribadah umrah secara mandiri di luar negeri,” kata Dahnil. (Ant/P-4)


















































