
MAJELIS Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk tidak menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Salah satu alasan utama adalah usia Zarof yang sudah lanjut.
“Pada saat persidangan (Zarof) telah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” kata Ketua Majelis Rosihan Juhriah Rangkuti di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/6).
Rosihan menyebut keputusan itu diambil atas dasar pertimbangan kemanusiaan. Ia mengingatkan bahwa rata-rata harapan hidup masyarakat Indonesia adalah 72 tahun.
“Mengingat harapan hidup rata-rata di Indonesia 72 tahun, sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara defacto,” ucap Rosihan.
Majelis hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan Zarof yang dinilai menurun seiring bertambahnya usia, dan diyakini akan membutuhkan perawatan medis khusus.
“Kondisi kesehatan di usia lanjut yang cenderung menurun dan memerlukan perawatan khusus, aspek kemanusiaan dalam sistem pemidanaan yang tidak boleh diabaikan meskipun kejahatan yang dilakukan sangat serius,” ucap Rosihan.
Zarof Ricar sebelumnya didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang dan emas saat menjabat sebagai pejabat di lingkungan Mahkamah Agung. Jaksa menyebut gratifikasi itu diterima dalam rentang waktu satu dekade, dari 2012 hingga 2022.
Zarof diduga menerima gratifikasi sejak menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA. Jumlah yang diterima tidak tanggung-tanggung, sekitar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas logam mulia.
Jaksa juga menyebut Zarof kerap memanfaatkan jabatannya untuk melakukan pertemuan dengan pejabat dan hakim di lingkungan MA. Penerimaan gratifikasi itu dianggap tidak sebanding dengan pendapatan Zarof sebagai aparatur sipil negara. (P-4)