Akademisi Sebut Banjir Ekstrem Bali akibat Lahan Resapan Berkurang

2 hours ago 2
Akademisi Sebut Banjir Ekstrem Bali Akibat Lahan Resapan Berkurang Banjir ekstrem melanda Kota Denpasar.(Dok Istimewa)

PERISTIWA banjir ekstrem di Bali yang berdampak cukup luas hingga merenggut korban jiwa dinilai akibat berkurangnya lahan resapan air hingga masalah sampah. Di wilayah Kota Denpasar lahan-lahan permukaan yang sebelumnya berfungsi sebagai resapan air sudah semakin banyak yang disemen atau berlapis beton sehingga air hujan langsung mengalir ke arah hilir.

Akademisi dari Universitas Warmadewa, I Nengah Muliarta mengestimasi permukaan lahan terbuka hampir semua sudah tertutup semen atau beton sehingga tidak ada lagi kemampuan menyerap air hujan. Dan tidak jelas juga kemana aliran air itu mengalir karena saluran drainase dan saluran irigasi sudah sulit dibedakan. 

“Yang cukup jadi perhatian adalah  sekarang kita sangat sulit membedakan mana saluran drainase dan mana saluran irigasi subak. Karena kalau drainase, itu dari hulu harusnya (ukurannya) kecil dan membesar di hilir . Sedangkan saluran irigasi sebaliknya dari hulu besar dan mengecil di hilir,” ujar Muliarta, dosen di Prodi Agroteknologi saat diminta komentarnya, Kamis (11/9).

Muliarta juga melihat jarang sekali ada pengerukan sungai di hulu, apalagi ditambah masih cukup banyaknya sampah yang terbuang ke sungai. Jadi pemerintah perlu melakukan penataan secara berkala termasuk mengalokasikan anggaran untuk mencegah pendangkalan alur sungai. Sebab dengan terjadi pendangkalan air sungai akan mudah meluap. 

“Jadi pengerukan perlu dilakukan secara rutin karena hampir tiap musim hujan terjadi pendangkalan,” ujar Muliarta. 

Selain itu juga perlu adanya motivasi dan upaya-upaya penyadaran dari pemerintah kepada masyarakat. Misalnya dengan dilakukan penataan, masyarakat akan ikut terdorong menjaga karena ikut merasa memiliki di aliran sungai dekat lingkungan rumahnya. Selama ini  tidak jarang ditemukan batang pohon hanyut bahkan ada springbed yang nyangkut di bawah jembatan. Material-meterial seperti ini akan ikut memperparah sumbatan aliran sungai yang pada gilirannya air sungai meluap.

Pendapat senada juga dilontarkan aktivis lingkungan, I Wayan Aksara.  Menurut Ketua Yayasan BumiKita Nuswantara ini, salah satu pemicu terjadinya banjir besar adalah tidak terlepas dari kondisi di hulu sungai yang masih kurang perhatian. Akibatnya banyak sampah yang tidak terkelola dengan baik di hulu hanyut menuju hilir. 

Imbauan melalui surat edaran (SE) yang diterbitkan Gubernur Bali Wayan Koster dinilai masih belum terealisasi dengan maksimal akibat kesadaran masyarakat yang masih kurang. Penggunaan tumbler sebagai pengganti botol plastik juga perlu didukung semua pihak dalam implementasinya terutama di sekolah-sekolah hingga di lingkungan masyarakat adat. Guna lebih mempercepat memasyarakat penggunaan tumbler, Wayan Aksara mendorong instansi-instansi termasuk pelaku usaha di bidang pariwisata bertindak sebagai ‘Bapak Asuh’ yang membantu pengadaan dan penggunaan tumbler tersebut.

Aksara mencontohkan, Dinas Pendidikan misalnya, ikut membantu pengadaan tumbler untuk  murid-murid di empat sekolah dasar (SD).  Begitu juga Dinas Pariwisata bisa  saja mendorong industri pariwisata untuk membantu pengadaan tumbler sekalian juga mencanntumkan nama usahanya sebagai promosi. 

“Kan bisa misalnya pelaku usaha pariwisata membantu menyumbang yang nama usahanya tertempel di tumbler itu. Itu kan bisa jadi bagian dari kampanye juga,” ujar Wayan Aksara yang juga sebagai tour operator di sektor pariwisata ini. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |