AFPI Tolak Tuduhan Pemufakatan Penetapan Batas Maksimum Bunga Pinjaman

3 hours ago 3
AFPI Tolak Tuduhan Pemufakatan Penetapan Batas Maksimum Bunga Pinjaman Ilustrasi(Antara)

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama 97 platform pinjaman daring (pindar) menolak dengan tegas tuduhan adanya kesepakatan untuk menentukan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga). Hal ini disampaikan pascasidang tanggapan terlapor yang diadakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Kamis (11/9) di Jakarta.

“Tuduhan tersebut tidak tepat karena pengaturan batas maksimum suku bunga oleh AFPI ditujukan untuk perlindungan konsumen dari praktik predatory lending yang dilakukan oleh pinjaman online (pinjol) ilegal. Pengaturan batas maksimum juga merupakan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada saat itu. Jadi, sama sekali tidak ada unsur kesepakatan di dalamnya,” ujar Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar dikutip dari siaran pers yang diterima, Sabtu (13/9).

Lebih lanjut, Entjik juga menekankan bahwa pedoman perilaku AFPI yang dianggap oleh investigator KPPU sebagai bukti adanya pengaturan harga justru disusun bukan untuk membatasi persaingan. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik penagihan intimidatif dan pengenaan bunga tinggi oleh pinjol ilegal yang marak terjadi sebelum adanya regulasi.

“Batas maksimum suku bunga sebesar 0,8% pada 2018, yang diturunkan menjadi 0,4% pada 2021, yang diatur dalam pedoman perilaku AFPI merupakan suku bunga maksimum (ceiling price), bukan suku bunga tetap (fixed price). Setiap platform Pindar memiliki independensi dalam menetapkan suku bunga selama tidak melebihi batas maksimum tersebut,” ucapnya.

Entjik menambahkan bahwa pada praktiknya, setiap platform menerapkan suku bunga yang berbeda-beda sesuai dengan sektor dan risiko bisnisnya masing-masing. Dengan demikian, kompetisi di dalam industri pun tetap terjaga sehingga menciptakan keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlanjutan industri.

“Seluruh platform merasa tidak pernah ada kesepakatan menentukan harga, apalagi melakukan praktik kartel. Platform dan asosiasi hanya mengikuti arahan regulator. Apakah ada pelaku usaha yang berani tidak menjalankan arahan regulator? Pelaku usaha yang tertib dan patuh seharusnya tidak dituduh melakukan praktik persaingan tidak sehat,” pungkas Entjik. (Fal)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |