Para siswa SMP Negeri sedang mengambil jatah MBG yang akan dibagi-bagikan ke temannya.(MI/Akhmad Safuan)
JUMLAH pelajar menjadi mengalami keracunan makan bergizi gratis (MBG) di Jawa Tengah telah mencapai 2.700 siswa, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi meminta dikakuhan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Pemantauan Media Indonesia Selasa (7/10) kasus keracunan pelajar setelah mengkonsumsi MBG di sejumlah daerah di Jawa Tengah terus bertambah, bahkan sejumlah pihak semakin mengkhawatirkan perjalanan program tersebut jika tidak segera dilakukan penanganan cepat dan menyeluruh.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Luthfi di sela-sela rapat koordinasi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) dan SPPG di GOR Jatidiri, Kota Semarang mengakui kondisi ini, bahkan menyebutkan sebanyak 2.700 pelajar di provinsi ini telah mengalami keracunan setelah mengkonsumsi MBG. "Hampir 2.700 anak-anak kita yang menjadi sasaran terkontaminasi,” katanya.
Melihat kondisi ini, menurut Ahmad Luthfi, perlu segera dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan terutama di dapur SPPG, karena berdasarkan data keracunan terjadi disebabkan oleh berbagai faktor dari ketidaksesuaian jenis makanan dengan kondisi tubuh anak hingga lemahnya higienitas dan sanitasi dapur
Selain lemah dari higenitas dan sanitasi di dapur MBG, ungkap Ahmad Luthfi, jugai lemahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di SPPG yang belum profesional dalam pengolahan dan penyimpanan makanan. “Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah ada 15 daerah hingga kemarin tidak baik-baik saja," tambahnya.
Menghadapi kondisi ini, lanjut Ahmad Luthfi, setiap kepala daerah memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan program MBG berjalan aman, higienis dan berkelanjutan, sehingga diminta pemerintah kabupaten/kota tidak bersikap apatis dan turun langsung melakukan pengawasan.
“SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal bupatinya atau PKK meninjau langsung dan harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” ujar Ahmad Luthfi.
Sementara usai rapat koordinasi tersebut, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan tidak ingin kasus keracunan MBG terulang kembali, sehingga setiap SPPG harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), "Calon SPPG) yang baru dilarang beroperasi jika tidak mengantongi SLHS," ujarnya.
Tidak hanya lolos verifikasi BGN, demikian Dadan Hindayana, SPPG baru juga harus memiliki SLHS agar dapat melayani MBG, sedangkan untuk SPPG yang sudah ada akan dilakukan percepatan memperoleh persyaratan tersebut dan dipastikan proses SLHS untuk SPPG akan selesai dalam kurun waktu sebulan.
"Sanksi diberikan ke roda SPPG yang mengakibatkan keracunan akan dihentikan sementara dari mulai 1 pekan hingga 2 bulan sesuai kasusnya dan dikakukan evaluasi menyeluruh," kata Dadan Hindayana (H-1)


















































