
YAYASAN Madani Berkelanjutan mencatat bahwa hingga Agustus 2025 terdapat sekitar 218 ribu hektare area indikatif lahan gambut terbakar. Mayoritas wilayah yang terbakar berada di area perizinan perkebunan sawit.
GIS Specialist Madani Berkelanjutan, Fadli Ahmad Naufal menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan tiga tahun terakhir, pola kebakaran menunjukkan gejala yang serupa.
Pada 2023, kebakaran Indonesia menembus lebih dari 1 juta hektare dan menjadi angka tertinggi dalam dekade terakhir. Kemudian, di tahun 2024 sempat menunjukkan penurunan, namun pada 2025 tren kembali menguat, terutama sejak Juli.
"Karakteristik 2025 tidak jauh berbeda dengan 2023 dan 2024. Memasuki Agustus memang sedikit menurun, tapi kita tahu puncak musim kemarau biasanya masih membawa risiko kebakaran yang tinggi," kata Fadli dalam acara media briefing di Jakarta, Senin (15/9).
Ia mengatakan, dari 10 provinsi dengan luas area terbakar terbesar, Kalimantan Barat menjadi wilayah dengan akumulasi terluas. Di tingkat kabupaten, Sanggau mencatat angka tertinggi.
"Kalau kita perhatikan, di Kalimantan Barat grafiknya cenderung naik sejak Juli hingga Agustus. Sementara di provinsi lain seperti Sumatera Selatan dan Riau, pergerakan naik-turun tapi tetap menunjukkan tren peningkatan," ucapnya.
Lebih lanjut, Madani juga menyoroti peran perizinan dalam kebakaran. Dari lima kategori izin yang dipantau, yakni sawit, migas, minerba, kehutanan (KGBK), dan lainnya, perkebunan sawit tercatat sebagai kontributor terbesar kebakaran periode Januari–Agustus 2025.
Fadli menjelaskan, terdapat dua pendekatan analisis dalam pemetaan area terbakar di konsesi, yaitu pendekatan pisah izin tumpang tindih agar tidak terjadi penghitungan ganda (double counting) dan pendekatan gabung izin tumpang tindih, di mana luas kebakaran dilebur ke masing-masing izin.
"Dari kedua pendekatan ini, hasilnya konsisten, kebakaran paling banyak terjadi di area izin sawit," ungkapnya.
Diketahui, sejak 2019, Madani telah mengembangkan model pemetaan area terbakar berbasis citra satelit dan analisis spasial. Model ini terus diperbarui setiap tahun agar lebih akurat dalam menangkap dinamika kebakaran.
Fadli menambahkan, dalam simulasi pemantauan, area indikatif terbakar ditampilkan dengan arsiran merah hingga cokelat. Warna kuning cerah menandakan area yang baru saja terbakar atau sedang dalam tahap pembukaan lahan.
"Data ini memang belum diverifikasi secara lapangan setiap titik, tetapi model sudah terus kami kembangkan sejak 2019. Tujuannya agar informasi ini bisa dipakai untuk mitigasi lebih cepat, bukan hanya sebagai catatan pascakebakaran," tuturnya. (H-3)