2.000 Titik Pengeboran Air Tanah Milik Industri di Jabar tidak Berizin

3 hours ago 1
2.000 Titik Pengeboran Air Tanah Milik Industri di Jabar tidak Berizin Diskusi ilmiah jejak air pegunungan, mata air dan air tanah, antara alam, industri dan masyarakat di kampus ITB.(MI/Naviandri)

PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mencatat, berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar yang mengungkapkan, bahwa saat ini terdapat sekitar 2.000 titik pengeboran air tanah milik industri tidak berizin. Sedangkan 5.000 titik pengeboran air tanah lainnya telah memiliki izin operasi.

“Kami memiliki laporan tiap bulan tentang jumlah titik pengeboran air tanah di Jabar. Laporan tersebut berasal dari sejumlah pemangku kepentingan dan pemerintah kabupaten dan kota. Data yang tercatat di Bapenda ada 7.000 an titik sumur bor. Lebih kurang 5.000 yang berizin kalau yang tidak punya izin di luar itu ada sekitar 2.000,” ungkap Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono pada acara diskusi ilmiah jejak air pegunungan, mata air dan air tanah antara alam, industri dan masyarakat di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) Selasa (4/11).

Menurut Bambang, mereka yang menggunakan air tanah dari kalangan industri seperti perhotelan, tekstil dan termasuk industri air minum dalam kemasan (AMDK). "Mayoritas industri yang menggunakan air tanah banyak berada di wilayah Jabar bagian utara, seperti di Bogor yang merupakan daerah padat industri di Jabar bagian utara," kata dia.

“Kami memberikan waktu kepada mereka yang belum memiliki izin untuk mengurus perizinan hingga Maret tahun 2026 baik di tingkat provinsi Jabar, kabupaten dan kota. Apabila tetap tidak ditempuh perizinan, kami akan mengambil Tindakan dengan menggandeng aparat penegak hukum,” tegasnya.

Bambang menambahkan, akibat adanya pengebor yang belum memiliki izin, pihaknya sulit mengendalikan keberadaan sumur bor air tanah tersebut. Namun demikian Pemprov Jabar memastikan terus berupaya agar penggunaan air tanah dilakukan dengan seimbang antara yang diambil dengan konservasinya. 

Dari total 5.000 titik sumur bor yang menggunakan air tanah, Bambang menyebut 130 industri bergerak di bidang AMDK. Dengan jumlah titik sumur bor mencapai 400. Ia menambahkan sebanyak 15 persen dari total air tanah yang diambil harus disalurkan kepada masyarakat sekitar industri.

PENGELOLAAN AIR TANAH TERINTEGRASI
Ketua Umum Perhimpunan Ahlitanah Indonesia (PAAI) Irwan Iskandar menyatakan PAAI bersama Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB melalui Program Studi (Prodi) Magister Teknik Air Tanah, berbagi pandangan mengenai pengelolaan air tanah yang terintegrasi sebagai upaya merespons tantangan pengelolaan sumber daya air di Indonesia khususnya air tanah dan manifestasinya yaitu mata air. 

“Kami berharap pendekatan holistik dan ilmiah dalam mengelola air tanah sebagai bagian penting dari sumber daya air nasional dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan  perkembangan ekonomi Indonesia,” terangnya.

Menurut Irwan, Indonesia memiliki potensi sumber daya air dari hujan, danau, sungai dan air tanah. Namun, distribusi yang tidak merata menciptakan ketimpangan ketersediaan air. Khususnya air tanah, meskipun regulasi pengelolaan air tanah telah ada di bawah sektor ESDM, implementasinya masih perlu diperkuat, terutama dalam pengawasan yang dapat mencegah eksploitasi berlebihan dan penurunan muka air tanah. Edukasi kepada masyarakat, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan untuk memahami apa itu air pegunungan, mata air dan airtanah. 

Pemahaman yang benar akan membantu regulator dalam menjalankan tata kelola dan kebijakan pengelolaan sumber daya air. Mata air pada dasarnya adalah bentuk manifestasi alami dari sistem air tanah, di mana air yang tersimpan di dalam batuan (akuifer) muncul ke permukaan melalui rekahan, pori batuan atau kontak formasi batuan tertentu, serta kondisi morfologi yang memungkinkan, umumnya di kaki pegunungan.

“Sumber utama air tanah dalam umumnya berasal dari daerah resapan di kawasan pegunungan. Daerah pegunungan berperan penting sebagai wilayah pengisian (recharge area) karena memiliki curah hujan tinggi, vegetasi yang rapat, serta kondisi geologi yang memungkinkan infiltrasi air hujan ke dalam lapisan tanah dan batuan. Pemanfaatan atau pendayagunaan air tanah dalam dapat dilakukan secara aman apabila berbasis pada kajian ilmiah dan teknis yang mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan,” lanjutnya.

PENGAMBILAN AIR TANAH TERKONTROL
Irwan menambahkan, pengambilan air tanah dalam yang terkontrol dengan memperhatikan keseimbangan antara pengisian (recharge) dan pengambilan (melalui pengeboran) dapat menjaga keberlanjutan sumber daya air tanah serta mencegah penurunan muka air tanah dan kerusakan lingkungan. 

Faktanya, di Indonesia air tanah masih menjadi primadona bagi masyarakat dan industri, sehingga dapat dikatakan air tanah adalah penggerak kehidupan dan ekonomi. Kajian ini dimulai dengan pemetaan batuan, pendugaan lapisan dan struktur batuan di bawah tanah, pengeboran, pengujian sumur untuk pengujian permeabilitas batuan, pemodelan kuantitatif untuk  penentuan debit yang aman, hingga kajian hidrokimia dan isotop untuk penentuan jejak aliran dan pendugaan daerah resapan.

“Pengambilan air tanah yang berlebihan di suatu area dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti, penurunan muka air tanah, penurunan tanah (amblesan) dan di wilayah pesisir adalah intrusi air laut ke daratan. Sehingga tata kelola, mulai dari perizinan, pengawasan, pembatasan debit pengambilan, serta strategi konservasi air tanah mutlak dilakukan dengan baik,” tandasnya. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |