Ketua DPR RI Puan Maharani(DPR RI)
KETUA DPR RI Puan Maharani merespons adanya temuan 165 dari 562 kursi Komisaris BUMN yang diisi oleh politisi. Menurut Puan, UU BUMN yang baru disahkan oleh DPR diharapkan bisa membawa perbaikan dalam hal penempatan komisaris.
Puan juga mengatakan UU BUMN yang baru dapat membuat BUMN lebih profesional dan bekerja efektif.
"Dengan adanya aturan yang baru nanti kita lihat bagaimana agar semuanya bisa berjalan dengan profesional dan efektif sesuai dengan semangat untuk bisa memperbaiki secara bergotong royong Indonesia ke depan,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/10).
Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) menemukan adanya dominasi politisi dalam jabatan komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dari total 562 posisi komisaris di 59 BUMN induk dan 60 anak usaha, sebanyak 165 orang tercatat memiliki latar belakang politik. Hampir separuh di antaranya berasal dari kader Partai Gerindra.
Peneliti TII, Asri Widayati, mengungkapkan bahwa riset yang dilakukan lembaganya menunjukkan masih kuatnya praktik patronase politik dalam pengisian jabatan di perusahaan pelat merah.
“Dari 165 politisi yang menduduki kursi komisaris, kami memetakan lebih lanjut. Sebanyak 104 orang merupakan kader partai, sementara 61 orang lainnya adalah relawan politik,” ujar Asri dalam diskusi daring bertajuk ‘Komisaris Rasa Politisi: Perjamuan Kuasa di BUMN’ pada Selasa (30/9).
Ia menjelaskan, dari 104 komisaris yang berlatar belakang kader partai, Partai Gerindra mendominasi dengan porsi 48,6 persen.
“Angka ini jauh melampaui partai-partai lain, seperti Demokrat (9,2%), Golkar (8,3%), serta PDI-P, PAN, dan PSI yang masing-masing mencatatkan (5,5%),” jelasnya.
Asri juga menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya mengkritik kerugian BUMN meski pejabatnya tetap menerima bonus.
“Pertanyaannya, apakah Presiden berani mengejar para politisi yang juga menduduki posisi komisaris ini? Karena faktanya, kursi-kursi komisaris dari Gerindra sendiri yang paling banyak mengisi,” tegas Asri.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal TII, Danang Widoyoko, menambahkan bahwa fenomena ini menunjukkan pola patronase politik masih kuat dalam penempatan jabatan di BUMN.
“Kalau mereka mendukung calon pemimpin atau kemudian memegang kekuasaan, ada imbalan materinya. Salah satu imbalan materi yang diberikan adalah posisi di BUMN,” kata Danang.
Menurut Danang, data ini memperlihatkan bahwa posisi strategis di BUMN kerap dijadikan alat tukar dalam relasi politik, bukan semata-mata untuk kepentingan profesionalisme perusahaan.
“Selalu diisi komisaris dengan latar belakang yang tidak sesuai dengan kepentingan bisnisnya, keterampilan yang barangkali berbeda. Dan kemudian hal itu disebut sebagai bagi-bagi jabatan yang sebetulnya masuk skema patronase gitu tentu itu selalu memunculkan banyak persoalan terutama konflik kepentingan,” tandasnya. (P-4)


















































