Gede Robi selaku personel band Navicula sekaligus inisiator Lokakarya IKLIM(MI/Sekar)
MUSIK kembali menjadi medium untuk menyuarakan isu-isu di sekitar kita, salah satunya adalah darurat iklim. Kali ini, The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (IKLIM), inisiatif kolaboratif yang lahir pada 2023, akan meluncurkan album kompilasi terbaru bertajuk Sonic/Panic Vol. 3. Album ini melibatkan 15 musisi lintas genre di Indonesia dengan satu pesan utama: aksi nyata menghadapi krisis iklim.
Lokakarya ini digagas oleh Gede Robi, personel band Navicula, bersama Ewa Wojkowska, salah satu pendiri KOPERNIK. Berbasis di Bali, inisiatif ini berhasil mendirikan gerakan global Music Declares Emergency (MDE) Indonesia dan menjadi chapter MDE pertama di Asia. Dari awal, tujuannya sudah jelas, IKLIM akan menjadikan musik bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga alat perubahan sosial.
Indonesia memang berada dalam posisi genting. Negara ini tercatat masuk 10 besar penyumbang emisi gas rumah kaca global, terutama karena deforestasi masif dan ketergantungan tinggi pada batubara. Dalam situasi seperti ini, Robi menilai musisi punya peran penting. Bukan hanya menghibur, tapi juga meningkatkan kesadaran publik, menggerakkan penggemar, sekaligus memperkuat kerja organisasi iklim dan mendorong reformasi kebijakan.
Sejak berdiri, IKLIM sudah menorehkan beberapa capaian. Mereka menggelar Lokakarya IKLIM untuk musisi dengan menghadirkan pakar serta organisasi lingkungan, hingga berkolaborasi dengan 20 seniman visual. Dari sisi musik, sudah ada tiga album kompilasi yang lahir: Sonic/Panic (2023), Sonic/Panic Vol. 2 (2024), dan Menenun Suara Timur.
Sementara itu, album terbaru diramaikan sederet nama musisi dan artis seperti Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, The Brandals, Scaller, Chicco Jerikho, hingga Ave the Artist. Dengan jargon andalannya “No Music On A Dead Planet,” IKLIM menegaskan bahwa krisis iklim bukan sekadar isu pinggiran, melainkan menyentuh kehidupan sehari-hari.
Menurut Robi, perbedaan Sonic/Panic Vol. 3 dengan dua edisi sebelumnya terletak pada proses evaluasi yang lebih matang.
“Setiap workshop, setiap album, setiap peluncuran, kita selalu ada review, ada pre dan post riset. Ada data, ada nilai akademis. Tujuannya adalah membuat perkembangan dari yang sebelumnya,” ujarnya dalam konferensi pers peluncuran album pada Kamis (2/9).
Ia mencontohkan, pada album pertama belum ada keterlibatan media. Di tahun kedua, barulah beberapa media mulai bergabung. Kini, pada volume ketiga, jaringan semakin luas. Bukan hanya musisi, tapi juga organisasi seperti SAFEnet ikut serta, membuka ruang diskusi soal perlindungan media, kriminalisasi, hingga dampak ekonomi yang terkait dengan isu iklim. Bagi Robi, perkembangan ini membuktikan bahwa musik bisa jadi ruang belajar bersama.
Selain bekerja sama dengan pihak-pihak yang paham akan krisis lingkungan, IKLIM juga bekerja sama dengan Koalisi Seni untuk menyusun panduan festival musik ramah lingkungan di Indonesia. Upaya ini diharapkan mendorong industri musik menuju praktik yang lebih rendah karbon sekaligus berkelanjutan.
Peluncuran album Sonic/Panic Vol. 3 menjadi bagian dari rangkaian menuju Rock in Celebes X IKLIM Fest, festival musik dan seni bertema iklim yang dijadwalkan berlangsung pada 1–2 November mendatang di Makassar. Dengan dukungan musisi, seniman, media, dan aktivis, IKLIM berusaha membuktikan bahwa musik masih bisa menjadi kekuatan kolektif dalam menghadapi ancaman terbesar umat manusia.


















































