
BANYAK orangtua yang mengasuh bayi baru lahir, sering merasakan rasa bersalah mendalam dan perasaan tidak mampu yang terus-menerus. Beberapa orang di sekitar mereka mungkin mengerti perasaan ini, sementara yang lain menilainya hanya sebagai “pasang surut dalam mengasuh anak.”
Perasaan tersebut bisa semakin berat bagi ibu, yang mengalami kehamilan berisiko tinggi atau persalinan yang sulit. Waktu yang panjang di unit perawatan intensif neonatal (NICU), tantangan dalam menyusui, dan kekhawatiran yang terus-menerus terhadap bayi baru lahir. Maupun saudara lainnya dapat menambah tekanan emosional yang signifikan.
Orangtua yang dirujuk ke terapis kesehatan mental saat berada di NICU, terkadang baru menyadari beberapa bulan kemudian mereka tengah berjuang, dengan idealisme perfeksionis. Ekspektasi yang terlalu tinggi, dan bahkan kecemasan pascapersalinan (PPA).
Ketika kekhawatiran menjadi kecemasan pascapersalinan
Para ahli menyatakan PPA lebih umum daripada yang diperkirakan, dengan prevalensi hampir setara dengan depresi pascapersalinan (PPD). Penelitian terbaru di Mass General Brigham menemukan PPA memengaruhi sekitar 12,3% ibu di seluruh dunia, atau sekitar 1 dari 8. Sementara sekitar 1 dari 6 ibu didiagnosis dengan PPD, kondisi yang biasanya ditandai dengan perasaan sedih atau putus asa setelah melahirkan.
"Kenyataannya, semua orang tahu seseorang yang pernah mengalami PPA, tapi kita tidak membicarakannya," kata Natalie Feldman, MD, penulis utama studi ini dan psikiater bersertifikat di Departemen Psikiatri Rumah Sakit Brigham and Women's.
Mengapa kondisi ini sering tidak terdeteksi
Dr. Guarnotta, psikolog klinis berlisensi dan salah satu pendiri Phoenix Health, menjelaskan budaya kita sering menempatkan idealisme tinggi pada seorang ibu. Berharap para ibu akan selalu tenang dalam menghadapi segala tantangan, menjalani peran dengan sempurna.
Dalam konteks ini, seorang ibu yang mengalami PPA, mungkin merasa gagal karena kecemasannya. Sehingga, mulai percaya bahwa gejala tersebut bagian dari ketidakmampuannya menjalani peran sebagai orangtua.
Gangguan kecemasan yang tidak diobati, dapat menyebabkan stres berkepanjangan dan merusak hubungan. Kondisi ini juga menurunkan kepercayaan diri sebagai ibu, serta meningkatkan risiko depresi dan masalah kesehatan mental lainnya.
Perawatan dan pemulihan
Pemulihan dari kecemasan pascapersalinan jarang mudah, meski beberapa masalah membaik melalui terapi, kecemasan masih terasa. Banyak orang merasa sulit menceritakan perjuangannya karena dianggap wajar saat mengasuh bayi.
Namun, dengan semakin terbukanya diskusi tentang gejala dan prevalensi PPA, diharapkan masyarakat lebih peka sehingga tidak ada yang harus menderita dalam diam. (Parents/Z-2)