Zakat untuk Mewujudkan Kebahagiaan Global: Refleksi International Day of Happiness

4 hours ago 2
 Refleksi International Day of Happiness Prof. Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, MH, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta(Doc pribadi)

HARI Kebahagiaan Internasional (International Day of Happiness) yang diperingati setiap tanggal 20 Maret, bertujuan untuk memperingati urgensi kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Momentum ini diprakarsai oleh PBB pada 2012. 

Tema utama momentum ini adalah untuk meningkatkan kesadaran arti penting kebahagiaan dan kesejahteraan global, serta bagaimana kebijakan, sosial, ekonomi, dan spiritualitas dapat berkontribusi pada kebahagiaan individu dan masyarakat. 

Sementara itu, zakat merupakan salah satu pilar utama dalam agama Islam yang berfokus pada distribusi kekayaan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Sebagai instrumen sosial, zakat tidak hanya dianggap sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan sosial. Dalam konteks global, zakat bisa menjadi sarana yang sangat efektif untuk mempromosikan kebahagiaan, terutama jika dikelola dengan baik.

BAZNAS Sebagai Model

Kesejahteraan sosial sering kali diukur dengan indikator ekonomi, seperti pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan. Namun, faktor sosial, psikologis, dan budaya juga mempengaruhi kebahagiaan. Dimensi-dimensi lain dari kesejahteraan sosial, seperti dukungan sosial, keterlibatan komunitas, atau kualitas hubungan antarindividu, mungkin belum mendapatkan perhatian yang cukup. 

Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki tujuan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi, serta meningkatkan kesejahteraan bagi mereka yang kurang mampu. Salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan mengurangi beban hidup yang berat, dan zakat dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapainya. 

Dengan memberikan zakat, masyarakat dapat mendukung mereka yang membutuhkan, memberikan akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya, yang pada gilirannya bisa meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan penerima zakat.

Program pemberdayaan cenderung berfokus pada aspek ekonomi atau sosial secara terpisah. Pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi yang menggabungkan berbagai dimensi ekonomi, sosial, politik, psikologis masih kurang diteliti secara mendalam. Zakat tidak hanya berfokus pada memberikan bantuan finansial semata, tetapi juga merupakan sarana untuk memberdayakan individu dan masyarakat. 

Dengan membantu orang miskin untuk memperoleh kemandirian ekonomi, zakat turut berperan dalam menciptakan kebahagiaan jangka panjang, di mana penerima zakat dapat memiliki harapan dan kesempatan untuk hidup lebih baik.

Inilah yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI dengan program-rpogram strategis pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan Masyarakat. Kepercayaan public membuat lembaga pemerintah nonstruktural ini sukses mencapai target pengumpulan zakat Rp 1 triliun (tidak termasuk dana titipan) pada triwulan ketiga tahun 2024. Pencapaian ini naik dari tahun sebelumnya pada angka Rp 882 miliar.

Ini merupakan raihan yang luar biasa. Peningkatan jumlah penghimpunan tak lepas dari kinerja menyeluruh mulai dari penghimpunan hingga pada penyaluran zakat yang bermanfaat bagi penerima zakat atau mustahik.

Seperti disampaikan Ketua BAZNAS RI, Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA., dalam keterangan yang dikutip www.baznas.go.id, Jumat (1/11/2024), kondisi ini menjadi pemicu semangat untuk BAZNAS dan organisasi pengelola zakat di seluruh Indonesia, yang menargetkan fundraising Rp41 triliun. Sementara tahun 2025, menargetkan Rp50 triliun. Capaian semacam itu sekaligus juga memperkuat pendistribusian kepada orang-orang yang berhak menerima manfaat zakat.
 
BAZNAS yang kini berusia 24 tahun ini mendapat kepercayaan dari masyarakat luas untuk menyalurkan zakat, infak, dan sedekah, sehingga semakin banyak rakyat kurang mampu yang menerima manfaat. Dana zakat yang terkumpul melalui BAZNAS disalurkan ke berbagai program pemberdayaan masyarakat seperti beasiswa, santripreneur, pembiayaan UMKM, microfinance, dan lain-lainnya. Program-program pemberdayaan ini dapat mengubah status masyarakat yang dari awalnya penerima manfaat menjadi pemberi manfaat.

Keseimbangan Duniawi-Ukhrawi

Keseimbangan duniawi dan spiritual berkontribusi pada kebahagiaan, bukti empiris yang menunjukkan hubungan langsung antara keduanya dalam konteks kepuasan hidup dan kualitas hidup masih terbatas. Salah satu ajaran dalam Islam adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya datang dari pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga dari kepuasan batin yang diperoleh melalui ibadah dan berbuat baik. Zakat, sebagai bentuk ibadah yang wajib, dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan juga meningkatkan kebahagiaan batin seseorang, karena ia merasa telah memenuhi kewajiban sosial dan berkontribusi untuk kebaikan umat manusia.

Solidaritas sering kali tidak cukup fokus pada peran solidaritas dalam situasi krisis atau bencana, seperti bencana alam, pandemi, atau konflik. Dalam situasi darurat, kewajiban sosial bisa berubah dan lebih difokuskan pada saling membantu untuk bertahan hidup. Pemberian zakat juga menunjukkan nilai-nilai solidaritas dan empati terhadap sesama. 

Pada Hari Kebahagiaan Internasional, tema solidaritas sangat relevan karena kebahagiaan tidak hanya dicapai secara individual, tetapi juga sebagai bagian dari kebahagiaan bersama. Zakat berfungsi sebagai pengingat bahwa kebahagiaan seseorang terkait dengan kebahagiaan orang lain, dan dengan berbagi, kita bisa menciptakan dunia yang lebih bahagia bagi semua.

Kebahagiaan yang sejati bukan hanya terletak pada pencapaian materi, tetapi pada kepuasan dalam memberi dan berbagi. Makna hidup sering kali terfokus pada aspek individu, padahal kontribusi sosial dan pengabdian kepada orang lain atau masyarakat juga merupakan elemen penting dalam pencarian makna. Zakat sebagai cara untuk berbagi rezeki memberi makna dan tujuan dalam kehidupan, yang pada akhirnya memberikan rasa kebahagiaan yang lebih mendalam dan langgeng.

Dengan demikian, Hari Kebahagiaan Internasional dapat dijadikan momentum untuk memperkuat kesadaran bahwa kebahagiaan itu dapat diperoleh melalui perhatian terhadap kesejahteraan orang lain. Zakat, sebagai kewajiban dalam agama Islam, menjadi salah satu cara praktis untuk mewujudkan kebahagiaan yang berkelanjutan, baik bagi yang memberi maupun bagi yang menerima. (Adv)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |