Urgent! Bali Perlu Panduan Penulisan HIV Aids di Media Mainstream 

4 weeks ago 16
Urgent! Bali Perlu Panduan Penulisan HIV Aids di Media Mainstream  Ilustrasi.(freepik)

PEMBERITAAN tentang HIV Aids dan Narkoba di media mainstream cenderung membuat konten viral dan sensasional demi pembaca. Hal ini disampaikan Anggota Kelompok Kerja Pembangunan Provinsi Bali bidang Perempuan dan Anak, DR I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi dan Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali A.A Ngurah Patria Nugraha. Menurut Ayu Diah, saat ini belum ada panduan lengkap dan khusus dari jurnalis untuk menulis tentang HIV Aids dan Narkoba sehingga kerap muncul stigma terhadap penderita HIV yang justru menghambat proses pengobatan.

Panduan ini, kata dia, sangat penting, karena di tangan para jurnalis, masyarakat akan teredukasi, tersosialisasi dengan baik, sehingga rantai penularan HIV Aids bisa diputus. 

"Namun tantangan jurnalis adalah kurangnya pelatihan jurnalistik khusus yang membahas dan menulis tentang HIV Aids dan narkoba. Selain itu ada hambatan terhadap akses data yang valid atau narasumber yang berkompeten di bidangnya. Ini yang harus terkolaborasi dengan baik dari semua stakeholder lainnya," ujarnya. 

Jurnalis media dinilai memiliki peran strategis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS serta penyalahgunaan narkoba. Banyak sekali paparan informasi yang berseliweran di media sosial yang menakutkan, mengucilkan, menstigma sehingga kelompok rentan tidak bisa terbuka. Populasi kunci tidak bisa terakses dengan baik. Media massa, khususnya jurnalis, memegang peran penting dalam membentuk opini publik dan menyampaikan informasi yang akurat.

"Namun tantangannya, masih banyak pemberitaan soal HIV/AIDS dan narkoba yang bersifat sensasional, minim edukasi berbasis data, serta masih menimbulkan stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) maupun pengguna narkoba,” ujarnya.

Diah menjelaskan, ada empat peran strategis jurnalis dalam isu HIV/AIDS dan narkoba. Pertama, menyampaikan informasi yang akurat dan terverifikasi berdasarkan data medis maupun ilmiah. Kedua, menjadi edukator publik dengan framing positif, misalnya menghindari pemberitaan yang menyudutkan ODHA atau remaja korban narkoba. Ketiga, jurnalis bisa memberi ruang bagi suara-suara yang jarang terdengar, seperti kisah remaja penyintas HIV atau mantan pengguna narkoba. Keempat, menjadi agen kampanye dan advokasi dengan mendukung program pemerintah maupun NGO, termasuk promosi layanan tes HIV, rehabilitasi narkoba, hingga hotline remaja.

Dalam meliput isu HIV/AIDS dan narkoba, jurnalis juga diminta memegang teguh etika. Misalnya, melindungi identitas korban dan anak di bawah umur, menghindari istilah yang menyudutkan seperti “pecandu” atau “aib”, serta melakukan verifikasi fakta sebelum dipublikasikan.

“Penggunaan istilah yang inklusif dan ramah remaja juga sangat penting,” kata Diah.

Di sisi lain, tantangan yang dihadapi jurnalis cukup besar, antara lain tekanan industri media untuk membuat konten viral, minimnya pelatihan khusus isu HIV/AIDS dan narkoba, serta hambatan akses terhadap data dan narasumber kompeten. Karena itu, strategi khusus diperlukan untuk menjangkau remaja, misalnya dengan menulis dalam bahasa ringan, menggunakan media visual yang menarik, memanfaatkan platform populer seperti TikTok, Instagram, atau YouTube, serta berkolaborasi dengan sekolah, komunitas remaja, dan influencer muda.

Sebagai tindak lanjut, Diah merekomendasikan beberapa langkah, di antaranya pelatihan berkala untuk jurnalis, penerbitan panduan liputan ramah HIV/AIDS dan narkoba, hingga kompetisi penulisan dengan tema remaja sehat bebas narkoba dan HIV.
“Jurnalis bukan sekadar pencatat peristiwa, melainkan agen perubahan. Lewat pena dan suara media, kita bisa menyelamatkan masa depan remaja. Edukasi yang benar hari ini adalah investasi untuk generasi sehat dan produktif,” tegasnya.

Prinsip etika jurnalis dalam isu HIV Aids yang bisa disusun antara lain melindungi identitas korban dan anak di bawah umur, menghindari istilah yang menyudutkan seperti kata pecandu aib penyakit mematikan, verifikasi fakta sebelum dipublikasi, menggunakan istilah yang inklusif dan drama remaja, menulis dengan gaya bahasa ringan visual menarik dan platform remaja yang sering digunakan

. "Jurnalis bukan hanya sebagai pencatat peristiwa tetapi agen perubahan. Lewat pena dan suara media yang tertulis jurnalis bisa menyelamatkan masa depan anak bangsa edukasi yang benar hari ini adalah investasi untuk generasi sehat dan produktif jurnalis harus menulis peduli dan melindungi," ujarnya. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |