Transformasi Museum Sebagai Pusat Ekonomi Kreatif dan Agen Perubahan Sosial

5 hours ago 1
Transformasi Museum Sebagai Pusat Ekonomi Kreatif dan Agen Perubahan Sosial Nofa Farida Lestari, Founder dan Direktur Eksekutif dari Indonesia Hidden Heritage Creative Hub (IHHCH)(Dok Pribadi)

TANYAKAN pada seseorang apa yang mereka pikirkan tentang museum, dan kemungkinan besar jawabannya adalah, "Kuno dan membosankan." Ini adalah respons klasik yang selalu muncul—entah bagaimana tidak pernah usang dan sering kali mengundang tawa miris. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk merevitalisasi dan memodernisasi museum, persepsi sebagian besar publik tampaknya masih tertinggal di masa lalu. 

Dan tidak, saya tidak berbicara tentang pecinta museum garis keras yang akan tetap datang, apa pun bentuk pamerannya—entah menarik atau tidak, entah gedungnya megah atau justru terkesan angker. Saya berbicara tentang mayoritas masyarakat, yang mungkin bahkan tidak menyadari ada museum di kota mereka atau bahwa ada sebuah museum yang diam-diam menunggu untuk dieksplorasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, saya aktif terlibat dalam pengembangan museum di berbagai daerah di Indonesia, serta berpartisipasi dalam forum International Council of Museums (ICOM). Melalui pengalaman ini, jejaring dengan profesional museum, serta memahami tren global, saya semakin yakin bahwa museum di Indonesia harus bertransformasi menjadi ruang inspiratif yang mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif dan menjadi agen perubahan sosial. Transformasi ini memungkinkan museum untuk terhubung lebih dalam dengan masyarakat—merayakan kreativitas dan kehidupan mereka melalui program yang relevan.

Menurut Best Practice Tool dari ICOM CECA (Komite Internasional untuk Pendidikan dan Aksi Budaya, Dewan Museum Internasional) museum yang efektif tidak hanya berfungsi sebagai penjaga artefak, tetapi juga sebagai ruang interaktif yang mendukung pembelajaran, inovasi, dan keterlibatan komunitas. Museum yang mengadopsi praktik terbaik dalam pendidikan dan aksi budaya dapat menjadi katalis bagi perubahan sosial yang lebih luas, memperkuat identitas budaya, serta mendorong perkembangan ekonomi berbasis kreativitas.

Museum dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Museum memiliki peran lebih besar dari yang sering kita bayangkan. Mereka bukan hanya ruang sunyi penuh artefak berdebu, tetapi dapat mendorong pembangunan berkelanjutan dan perubahan sosial. Di Inggris, museum disebutkan dengan jelas sebagai bagian integral dari ekonomi kreatif, tetapi di Indonesia, museum masih belum masuk dalam 17 subsektor ekonomi kreatif —sesuatu yang perlu dipertimbangkan kembali. ICOM menekankan bahwa museum berkontribusi pada pembangunan global dalam lima aspek utama: Meningkatkan kesejahteraan sosial, melindungi lingkungan, mendorong ekonomi kreatif, memfasilitasi diplomasi budaya, serta membangun kemitraan lintas sektor. 

Museum adalah ruang yang hidup, tempat di mana sejarah bertemu inovasi, di mana komunitas berdialog, dan di mana seni serta budaya berpadu dengan teknologi dan kewirausahaan. Jika museum ingin benar-benar terhubung dengan masyarakat luas, mereka harus melangkah lebih jauh dari sekadar ruang pamer pasif. 

Museum harus menjadi pusat inspirasi, yang mendorong kreativitas, pengetahuan, dan interaksi. Dengan integrasi yang lebih kuat dengan SDGs, museum dapat menjadi pusat perubahan, membentuk masa depan yang lebih dinamis dan berkelanjutan.

Museum dan Pengembangan Ekonomi Lokal: Lima Pilar OECD

Pada 2019, OECD dan ICOM merilis panduan bertajuk Culture and Local Development: Maximizing the Impact. Dokumen ini menguraikan peran strategis museum dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui lima pilar utama. Museum meningkatkan daya tarik kota sebagai tempat tinggal, bekerja, berinvestasi, dan berwisata—penting dalam menarik talenta dan investasi. Museum juga merevitalisasi komunitas, menciptakan modal sosial, dan mendorong pembelajaran sepanjang hayat. 

Selain itu, museum mengembangkan kreativitas dan inovasi, mendukung industri berbasis pengetahuan seperti desain dan ekonomi budaya. Museum menjadi ruang inklusi, menangani berbagai isu global mulai dari kesetaraan gender, penuaan populasi, dekolonisasi, hingga perubahan iklim.

Yang paling menarik, museum telah berkembang menjadi agen perubahan yang mengembangkan diskusi tentang keadilan restoratif, pemahaman antarbudaya, dan diplomasi budaya. Sebagai bagian dari masyarakat yang mencari solusi baru untuk ekonomi yang lebih tangguh, museum bisa mengambil peran lebih besar—bukan hanya sebagai penjaga sejarah, tetapi sebagai penggerak inovasi dan transformasi.

Museum sebagai Agen Perubahan Sosial

Di Indonesia, peran sosial museum masih jarang dibahas dan belum dioptimalkan dalam tata kelola dan program publiknya. Awal tahun ini, saya mengundang kolega kami Gabriela Aidar, penulis Museums and Social Change, dalam lokakarya pengenalan prinsip IDEA (Inclusivity, Diversity, Equality, and Access) bagi manajemen museum Indonesia. 

Hasil survei pasca-lokakarya cukup mengejutkan: 80% dari manajer museum belum pernah mendapat pelatihan terkait IDEA sebelumnya. Padahal, jika museum ingin tetap relevan dengan masyarakat, mereka harus memahami untuk kemudian mengadopsi prinsip IDEA—bukan hanya dalam kebijakan institusi, tetapi juga dalam cara mereka berinteraksi dengan publik.

Penelitian Gabriela menunjukkan bahwa museum dapat berfungsi sebagai ruang inklusif yang mendorong partisipasi sosial, membandingkan pendekatan di Inggris dan Brasil. Di Brasil, museum digunakan untuk memberdayakan komunitas yang terpinggirkan, melalui program pendidikan dan pelatihan keterampilan, langsung menangani kesenjangan ekonomi.

Indonesia sebenarnya sudah memiliki beberapa inisiatif serupa, seperti:

  • Museum Nasional Indonesia, dengan program pendidikan inklusif bagi komunitas difabel dan beberapa pameran edusosial.
  • Museum MACAN, yang menawarkan program seni untuk anak-anak dari komunitas marginal.
  • Museum Bank Indonesia, melalui Pameran Herstory, yang mengangkat kontribusi perempuan dalam sejarah ekonomi.

Tantangannya menurut saya adalah keberlanjutan. Banyak program museum hanya berlangsung sekali, tanpa kesinambungan. Sementara perubahan sosial adalah investasi jangka panjang, yang mungkin baru terlihat setelah tiga hingga lima tahun. Namun, dengan pengembangan program yang tepat, museum dapat menjadi alat pemberdayaan sosial yang luar biasa, terutama jika didukung oleh kebijakan inklusif dan berbasis komunitas.
Museum bukan hanya tempat mengenang masa lalu, tetapi juga ruang untuk membangun masa depan yang lebih inklusif, kreatif, dan relevan bagi masyarakatnya.

MLEADS: Mengubah Museum Menjadi Pusat Ekonomi dan Sosial

Sebagai bagian dari memulai pergerakan besar ini, melalui IHH Creative Hub, kami meluncurkan inisiatif Museum for Local Economic Development and Social Changes (MLEADS). Program ini bertujuan untuk merevitalisasi museum, bukan hanya sebagai ruang sejarah, tetapi sebagai pusat kreativitas dan ekonomi yang berdampak langsung pada komunitas sekitar. Di bawah inisiatif ini, museum ditempatkan sebagai pemimpin perubahan (Museum Leads).
Proyek percontohan yang berlangsung di Museum Bahari pada 2023–2024 diakui oleh ICOM CECA, dalam konfrensi tahunannya di Athena November lalu, sebagai salah satu model best practice dalam program museum publik. Setelah berhasil, MLEADS mendapat dukungan dari Kementerian Kebudayaan Indonesia melalui Dana Indonesiana, yang memungkinkan ekspansi program ke Palembang.

Membangun Potensi Anak Muda di LPKA Kelas 1 Palembang

Di Palembang, MLEADS berkolaborasi dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Palembang untuk memberikan pelatihan berbasis museum dan budaya kepada anak binaan. Program ini mencakup Menulis Kreatif, Desain Grafis, Tour Guiding, Skenario Teater, dan Barista, membekali mereka dengan keterampilan siap kerja setelah masa binaan berakhir. 65 peserta mengikuti pelatihan selama dua bulan dan hasil karya mereka dipamerkan di Museum Kota Palembang, Museum Provinsi Negeri Sumatera Selatan, dan Museum AK Gani.

Lebih dari sekadar pelatihan, program ini membangun jejaring museum yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pebisnis lokal Koloni Coffee, komunitas lokal Sahabat Cagar Budaya dan Palembang Good Guide, serta Dewan Ekonomi Kreatif, Dewan Kesenian, Media, dan HIPMI Kota Palembang.

Menguatkan Mikro-Entrepreneur di Pesisir Jakarta Utara

Sementara itu, di Jakarta, MLEADS berkolaborasi dengan Museum Bahari dan Karang Taruna Penjaringan untuk mendukung masyarakat pesisir Jakarta Utara. Program ini menawarkan pelatihan pengembangan produk, strategi pemasaran digital, branding, segmentasi pasar, serta illustrasi dan desain Merchandising. Peserta juga belajar membuat model bisnis berbasis kanvas serta manajemen keuangan untuk usaha kecil, sehingga mendorong kemandirian ekonomi di komunitas pesisir.

MLEADS di Jakarta membangun ekosistem kolaborasi yang melibatkan Museum Bahari, Museum Bank Indonesia, dan Museum Penerangan, bersama dengan mitra lainnya seperti UPK Kota Tua, Ichinogami Paper Craft, Pigikemana.com, Institut Pariwisata Trisakti, Bank Indonesia, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Inisiatif ini membuktikan bahwa museum bukan sekadar tempat menyimpan sejarah, tetapi katalisator pertumbuhan ekonomi dan sosial, membentuk masa depan yang lebih dinamis dan inklusif.

Masa Depan Museum dalam Komunitas yang Berubah Cepat

Sejalan dengan tema International Museum Day (IMD) 2025, yang mengangkat The Future of Museums in Rapidly Changing Communities, buat saya satu hal yang pasti: museum harus bertransformasi. Museum tidak bisa lagi sekadar menjadi ruang statis yang menyimpan artefak sejarah. Museum harus berkembang menjadi pusat inovasi yang mendorong pembangunan berkelanjutan, perubahan sosial, dan pertumbuhan ekonomi lokal.

Berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh Museum di banyak negara termasuk di Indonesia sendiri, membuktikan dengan jelas bahwa museum memiliki kekuatan untuk mendorong transformasi dalam masyarakat. Dengan menguatkan kemitraan dan menerapkan pendekatan yang lebih kolaboratif, museum di Indonesia dapat mengambil peran lebih besar dalam membentuk masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Museum bukan hanya tempat untuk mengabadikan masa lalu—tetapi juga ruang untuk membangun masa depan yang lebih cerah dan lestari. Selamat Hari Museum Internasional! (H-2)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |