
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengimbau segenap pelaku industri sawit saling berkoordinasi serta melakukan konsolidasi dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dalam menghadapi musim kemarau 2025. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq demi mengantisipasi timbulnya titik-titik api di area rawan kebakaran.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), setidaknya terdapat delapan provinsi di Indonesia yang rawan kebakaran lahan. Delapan provinsi itu meliputi Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur dan Kalimantan Utara, dan Riau. Adapun lahan-lahan tersebut kerap bersinggungan dengan perkebunan kelapa sawit.
Oleh sebab itu, Kementerian Lingkungan Hidup melakukan koordinasi dengan melibatkan Gapki pada kegiatan Konsolidasi Kesiapan Personil dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan di Riau. Hanif menekankan konsolidasi seluruh pemangku kepentingan menjadi penting mengingat seluas lebih dari empat juta hektar lahan perkebunan sawit terletak di Riau yang merupakan kawasan sawit terluas dari seluruh provinsi di Indonesia.
“Kami mengimbau perusahaan-perusahaan sawit agar bergabung dengan Gapki untuk memudahkan dalam penanganan kebakaran lahan,” ujar Hanif.
Sementara itu, Gapki menyambut baik ajakan dan konsolidasi yang didorong KLH. Sekretaris Jenderal Gapki Hadi Sugeng menilai bahwa pencegahan dan penanganan karhutla memang memerlukan kerja sama banyak pihak. Pasalnya, 752 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI telah menetapkan standar dalam penanganan karhutla.
“Meskipun belum semua perusahaan sawit tergabung dengan Gapki, kami tetap merangkul seluruh stakeholder industri ini agar bersama-sama dalam pencegahan karhutla,” tegas Hadi.
Gapki telah melakukan pencegahan karhutla dengan merangkul Masyarakat Peduli Api (MPA). Selain sosialisasi, perusahaan anggota GAPKI juga melakukan standardisasi sumber daya manusia melalui pelatihan dan sertifikasi. Pencegahan karhutla lainnya yakni dengan melakukan modifikasi cuaca serta membuat imbauan dan standar kelengkapan sarana dan prasarana dalam pencegahan maupun penanganan karhutla. Area rawan titik api juga sudah dipetakan dan memastikan ketersediaan sumber air di area tersebut. Selain itu, perusahaan sawit juga telah memanfaatan teknologi drone dengan jangkauan terbang lebih dari 30 Kilometer.
“Selain kepatuhan terhadap regulasi, Sarana dan prasarana yang senantiasa tersedia dengan kondisi yang baik dan terawat telah dimiliki oleh perusahaan-perusahaan anggota GAPKI di seluruh Indonesia,” ungkap Hadi Sugeng.
Sementara itu, Gubernur Riau Abdul Wahid menyampaikan kesiapan provinsi dalam menghadapi musim kemarau 2025. Menurutnya mencegah lebih baik dari pada memadamkan dengan melakukan beberapa langkah. Diantaranya bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pihak provinsi melakukan semai hujan atau tabur garam di lahan-lahan yang berpotensi kebakaran.
Salah satu perusahaan yang dijadikan percontohan adalah PT Kimia Tirta Utama (KTU) di Siak, Riau. Climate & Conservation Management Manager Astra Agro Dian Ary Kurniawan menjelaskan bahwa PT KTU sebagai bagian dari Astra Agro Lestari menerapkan Fire Management System, sebuah sistem pengendalian kebakaran berbasis empat pilar utama, prevention, readiness, quick response, dan society partnership.
“Pencegahan dilakukan melalui identifikasi area rawan berdasarkan data historis hotspot dan aktivitas masyarakat, didukung oleh sistem peringatan dini,” ujar Dian Ary. (E-3)