Tanah Sekolah Disita, Anak-anak SD di Taman Nasional Tesso Nilo Belajar di Tanah

7 hours ago 4
Tanah Sekolah Disita, Anak-anak SD di Taman Nasional Tesso Nilo Belajar di Tanah Murid di SD 20 yang tanahnya berada di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo(Rudi Kurniawansyah/MI.)

SEBUAH video viral beredar di media sosial yang menunjukkan gambar anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang diduga warga Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) tengah belajar di tanah beralaskan terpal dalam kebun sawit. Anak-anak itu merupakan murid baru dari Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau. 

Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), beberapa waktu, lalu menyita lahan yang digarap warga di TNTN, termasuk di Dusun Toro Jaya. Pemerintah melalui Satgas PKH meminta warga melakukan relokasi mandiri, namun banyak yang menolak dengan alasan lahan itu dibeli secara sah. Hingga kini, ribuan warga masih bertahan. Juru bicara warga TNTN Abdul Aziz, kepada Media Indonesia, membenarkan bahwa video yang beredar itu merupakan anak-anak SD di TNTN.

"Anak-anak dalam video itu adalah siswa baru sekolah dasar, jumlahnya ada 58 orang. Hari pertama mereka masuk sekolah. Tapi, ya terpaksa belajar di tanah di dalam kebun sawit seperti yang terlihat dalam video viral itu," kata Aziz, Selasa (15/7).

Dijelaskannya, anak-anak tersebut pada mulanya akan bersekolah di SD 20 Dusun Toro Jaya. Namun, sejak lahan sekolah disita dan dinyatakan masuk kawasan TNTN, sekolah itu dilarang menerima murid baru. 

"Sementara siswa kelas dua hingga enam masih diperbolehkan bersekolah, dengan total 455 siswa dalam 10 rombongan belajar," jelasnya.

Ia mengungkapkan, SD 20 merupakan kelas jauh dari SD Negeri 003 Desa Lubuk Kembang Bunga. SD itu baru saja berstatus negeri pada September 2024. Namun sejak penyitaan lahan, orangtua diminta mendaftarkan anak ke SD induk yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan. 

"Jarak tempuh dari Dusun Toro Jaya ke sekolah itu sekitar 2 jam. Jadi, tak mungkin orangtua mengantar anaknya sejauh itu," tukas Aziz.

Sehingga, kata Aziz, warga berinisiatif membangun tenda sederhana dari terpal plastik di luar kawasan TNTN agar anak-anak tetap bisa belajar. Orangtua murid meminta bantuan seorang guru untuk mengajar secara sukarela. 

"Jadi orangtua mereka minta tolong kepada seorang guru untuk mengajar. Anak-anak ini juga tak sabar ingin sekolah karena hari pertama masuk sekolah," ungkap Aziz. 

Ia menuturkan, banyak orangtua menangis menyaksikan anak-anak mereka belajar dalam kondisi darurat di tanah.

"Ibu-ibu banyak yang menangis lah, kok bisa sampai seperti ini. Ini seperti zona perang yang tak ada ampun lagi. Tidak ada toleransi, tidak ada solusi. Masyarakat disuruh mencari solusi sendiri, enggak mengerti lagi lah," ujar Aziz.

Menurutnya, pada hari pertama sekolah tersebut, anak-anak diberikan pemahaman soal situasi yang mereka alami. Mereka banyak bertanya mengapa harus belajar di kebun sawit. 

"Jadi di awal masuk sekolah ini, anak-anak diberikan pemahaman kenapa tempat belajarnya seperti ini. Mereka kan bertanya kenapa sekolahnya begini, dijelasin lah sama gurunya. Banyak yang nangis jadinya, anak-anak dan ibunya," ungkapnya.

Aziz mengatakan pemerintah seharusnya memberikan solusi konkret agar pendidikan anak-anak tidak terdampak. Adapun untuk hari kedua, kata Aziz, warga berupaya memindahkan kegiatan belajar ke sebuah mushala  yang berada di luar kawasan TNTN.

"Tadi sudah dapat mushala tempat anak-anak belajar. Yang penting tidak dalam kawasan TNTN," pungkasnya.(H-4)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |