RUU TNI Dinilai Beri Ruang Kembalinya Dwi Fungsi TNI

3 hours ago 1
RUU TNI Dinilai Beri Ruang Kembalinya Dwi Fungsi TNI Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid,(MI/Usman Iskandar.)

KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) TNI memberi ruang kembalinya dwi fungsi TNI dan militerisme.

“Draft RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang tetap akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan menguatnya militerisme,” ungkap Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kamis (13/3).

Koalisi masyarakat sipil sejak awal menilai pengajuan revisi terhadap UU TNI tidak mendesak karena UU TNI No. 34 tahun 2004 masih relevan digunakan.

Usman menilai Pemerintah dan DPR perlu mengubah aturan tentang peradilan militer yang diatur dalam UU No. 31 tahun 1997 agar prajurit militer tunduk pada peradilan umum jika terlibat tindak pidana umum demi menegakkan asas persamaan di hadapan hukum yang ditegaskan dalam Konstitusi.

Koalisi, kata Usman, menilai secara substansi RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah. 

Pertama, perluasan di jabatan sipil yang menambah Kejaksaan Agung dan  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat dan merupakan bentuk dwifungsi TNI

Usman menegaskan penempatan TNI di Kejaksaan tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan fungsinya adalah sebagai aparat penegak hukum. 

“Walau saat ini sudah ada Jampidmil di Kejaksaan agung, namun perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu,” tutur Usman.

Lebih lanjut, Usman mengatakan penempatan TNI aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tidak tepat. 

KKP adalah lembaga sipil sehingga tidak tepat ditempati oleh prajurit TNI aktif. Prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan di KKP sudah seharusnya mengundurkan diri.

Koalisi menilai yang diperlukan bukanlah perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Akan tetapi justru penyempitan, pembatasan dan pengurangan TNI aktif untuk duduk di jabatan sipil sebagaimana diatur dalam UU TNI. 

“Jadi jika ingin merevisi UU TNI justru seharusnya 10 jabatan sipil yang diatur dalam pasal 47 ayat (2) UU TNI dikurangi bukan malah ditambah,” tuturnya.

Koalisi juga mendesak agar seluruh prajurit TNI yang saat ini menduduki jabatan sipil di luar dari 10 lembaga yang diperbolehkan 
segera mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif TNI.

“Terutama Letkol Teddy Indra Wijaya yang berulangkali melanggar ketentuan dalam UU TNI, mulai dari terlibat dalam kampanye politik praktis 2024 hingga pengangkatannya sebagai Seskab,” tegas Usman.

Usman juga menilai penambahan tugas operasi militer selain perang yang meluas seperti menangani masalah narkotika adalah terlalu berlebihan. 

Upaya penanganan narkotika, lanjut Usman, semestinya tetap dalam koridor penegakan hukum, sebagai alat pertahanan negara TNI sepatutnya tidak terlibat di dalamnya. 

Penanganan narkotika seharusnya lebih menekankan pada aspek medis dan penegakan hukum pun harus dilakukan secara proporsional bukan represif atau bahkan justru melalui operasi militer selain perang dengan pelibatan TNI di dalamnya. 

“Karena itu, pelibatan TNI dalam penanganan narkotika adalah berlebihan dan akan meletakkan model penanganan narkotika menjadi 'war model' dengan melibatkan militer di dalamnya dan bukan 'criminal justice system model' lagi sehingga ini berbahaya karena akan membuka potensi kekuasaan yang berlebihan,” ujarnya. 

Koalisi menolak DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang tetap akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan militerisme di Indonesia. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |