
KETUA Dewan Pembina The Habibie Center, Ilham Akbar Habibie berkesempatan memberikan ceramah menjelang Salat Tarawih di Masjid
Salman ITB pada Kamis (6/3). Di bulan Ramadan yang penuh berkah ini tentu memberikan kesempatan untuk merefleksikan hubungan antara iman yang kuat dengan penerapan ilmu pengetahuan, dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam memajukan peradaban umat manusia.
Acara ini merupakan bagian dari kegiatan rutin yang diselenggarakan Masjid Salman ITB, untuk menghadirkan tokoh-tokoh penting, memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai berbagai aspek kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai agama.
“Iman dan Takwa (Imtak) menjadi pondasi utama dalam membangun karakter pribadi yang taat, berakhlak mulia dan berintegritas. Namun, dalam konteks kemajuan bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptak) juga memainkan peran yang sangat penting,” ungkap putra sulung Presiden ke-3 BJ. Habibie ini.
Menurut Ilham, keberhasilan suatu negara, terutama dalam menghadapi tantangan global, tidak hanya bergantung pada aspek spiritual. Tetapi juga pada kemampuan dalam mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan zaman. Menggabungkan antara Imtak dan Iptek bukanlah hal yang mustahil.
“Kemajuan peradaban Islam di masa kekhalifahan dahulu bisa tercapai berkat adanya kebebasan berpikir dan toleransi yang diberikan kepada ilmuwan. Dengan kebebasan tersebut, mereka bisa mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan mencapai kemajuan yang luar biasa,” papar Ilham.
Ilham menambahkan bahwa untuk mencapai "Indonesia Emas", negara ini membutuhkan sistem yang mendukung kebebasan ilmiah, toleransi dan meritokrasi, di mana setiap individu yang memiliki kemampuan terbaik bisa berkontribusi dalam kemajuan bangsa. Contoh pada masa kejayaan kekhalifahan Islam yang terjadi lebih dari 1.400 tahun lalu, di mana
ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat berkat adanya kebebasan berpikir dan toleransi yang tinggi di kalangan masyarakat.
“Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa itu tidak terlepas dari prinsip-prinsip seperti kebebasan berpikir, toleransi dan
meritokrasi, dimana orang-orang terbaik dipilih untuk memimpin berdasarkan kemampuan mereka,” ujar Ilham yang juga menjabat sebagai
Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) ini.
Sayangnya kemajuan tersebut mulai surut seiring runtuhnya nilai-nilai tersebut. Lebih lanjut, Ilham memberikan contoh hukum alam, seperti hubungan antara kain dan api yang terbakar. Pada masa kekhalifahan Islam, ada pandangan yang mengatakan bahwa kejadian tersebut adalah kehendak Allah, padahal sebenarnya itu adalah hasil dari hukum alam yang diciptakan-Nya.
“Saya menekankan pentingnya memahami sistem dunia ini secara lebih rinci sebagai bentuk ibadah dan rasa kagum terhadap ciptaan Allah. Di tengah momentum Ramadan 1446 Hijriah, saya juga mengingatkan bahwa Indonesia harus terus mempertahankan sistem demokrasi yang memungkinkan masyarakat untuk berkarya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memajukan industri,” sambung Ilham. (H-2)