
MENTERI Luar Negeri Marco Rubio mengatakan bahwa konflik di Ukraina sebagai perang proksi antara AS dan Rusia. Dia menegaskan kembali seruannya untuk mengakhiri konflik tersebut.
Hal itu disampaikannya dalam wawancara dengan Sean Hannity dari Fox News Channel. Rubio menambahkan Presiden Donald Trump memandang perang tersebut sebagai konflik yang berlarut-larut dan menemui jalan buntu.
"Sejujurnya, ini perang proksi antara kekuatan nuklir: Amerika Serikat yang membantu Ukraina dan Rusia. Ini harus diakhiri," katanya seperti dilansir Anadolu, Kamis (6/3).
Rubio menilai membantu Ukraina sebanyak yang mereka butuhkan selama diperlukan bukanlah strategi yang tepat dan tidak ada seorang pun memiliki rencana konkret untuk menyelesaikan perang.
Pernyataannya ini disampaikan sehari setelah Trump mengatakan ia menerima surat dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky saat pidato gabungan pertamanya di depan Kongres.
Surat itu, katanya, menyatakan kesiapan Kyiv untuk datang ke meja perundingan dalam upaya mencapai perdamaian abadi dan menyelesaikan kesepakatan mineral penting setelah perselisihan minggu lalu di Gedung Putih.
Pertukaran pendapat yang memanas terjadi antara Zelensky, Trump, dan Wakil Presiden JD Vance di Ruang Oval pada 28 Februari.
Zelensky menyatakan keraguannya bahwa diplomasi dapat menghasilkan perdamaian, tetapi Trump dan Vance mengkritik pemimpin Ukraina tersebut karena tidak berterima kasih atas dukungan AS.
Sementara itu, Trump telah menghentikan sementara pendanaan militer dan pembagian intelijen dengan Ukraina.
Sebelumnya, AS menghentikan kerja sama intelijen dengan Ukraina, Direktur CIA John Ratcliffe mengonfirmasi.
"Trump memiliki pertanyaan nyata tentang apakah Presiden Zelenskyy berkomitmen terhadap proses perdamaian, dan dia berkata, 'Mari kita berhenti sejenak,'" kata Ratcliffe kepada Fox Business Network.
Ratcliffe menyatakan harapan agar jeda itu segera dicabut.
Rubio ingat bahwa Wakil Presiden Vance menekankan bahwa dibutuhkan diplomasi untuk menyelesaikan hal-hal seperti ini tetapi Presiden Zelensky membuat keputusan untuk menantang wakil presiden dan mulai mempertanyakan upaya diplomasi yang mungkin dilakukan.
"Dan hal itu menyebabkan keributan. Saya senang melihat ada pertimbangan ulang atas posisi itu, karena saya benar-benar percaya bahwa ini konflik yang perlu kita temukan cara untuk mengakhirinya dan itu akan membutuhkan konsesi dari kedua belah pihak, tetapi kita harus membawa keduanya ke meja perundingan," ujarnya.
"Ukraina harus hadir. Jelas itu negara mereka. Rusia harus hadir di meja perundingan, dan hanya Presiden Trump yang dapat mewujudkannya. Itulah tujuan yang tetap menjadi tujuan dan itulah yang menjadi fokus kami sekarang," pungkasnya. (I-2)