
KOMISI Nasional Disabilitas (KND) memenuhi undangan Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan di Ruang Rapat Padjadjaran, Gedung B DPD RI, Jakarta. Pertemuan yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut merumuskan 4 poin penting dalam mewujudkan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia.
Filep Wamafma selaku Ketua Komite III DPD RI menyampaikan ada empat poin penting yang menjadi konklusi RDP DPD RI dengan KND, yaitu (1) perlu pendataan yang terintegrasi dan mendukung hak jaminan sosial penyandang disabilitas; (2) dorongan peningkatan anggaran pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag untuk pemenuhan pendidikan inklusif; (3) komitmen mendorong pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota yang belum memiliki Perda atau RAD Penyandang Disabilitas; (4) menegaskan pentingnya agar RUU Daerah Kepulauan mengadopsi perspektif disabilitas dan ditindaklanjuti oleh Komite I DPD RI.
Dalam RDP tersebut, jajaran Komisioner KND menyampaikan sejumlah isu, fakta, peluang, dan tantangan dalam proses pemenuhan hak penyandang disabilitas berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Di tengah keterbatasan kami, dalam kurun waktu tiga tahun ini KND mendokumentasikan sejumlah capaian yang tentu dilakukan secara kolaboratif bersama mitra-mitra KND, baik dari sektor pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media massa. Ratusan kerja sama dengan berbagai pihak terkait penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas telah kami tanda tangani, KND terlibat dalam proses peningkatan 250 unit pelayanan publik yang ramah terhadap penyandang disabilitas, penguatan advokasi beasiswa LPDP bagi penyandang disabilitas, mendorong pendataan yang sistematis dan terpadu di berbagai daerah, serta berbagai pencapaian lain," jelas Dante Rigmalia selaku Ketua merangkap Anggota Komisioner KND.
Deka Kurniawan selaku Wakil Ketua merangkap Anggota Komisioner KND menegaskan bahwa stigma yang masih mengakar terhadap penyandang disabilitas masih menjadi tantangan dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. "Perspektif terhadap penyandang disabilitas saat ini masih banyak yang menggunakan charity based yang menekankan pada konsep kasihan, padahal bila ingin mewujudkan kesetaraan, maka paradigma yang digunakan haruslah berbasis pada Hak Asasi Manusia (HAM)," tegas Deka.
Perspektif hak asasi manusia dalam isu disabilitas salah satunya terpotret dalam pemenuhan aksesibilitas, akomodasi yang layak, dan partisipasi bermakna penyandang disabilitas yang merupakan prinsip dari United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 dan dikontekstualkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Hal ini dijelaskan secara komprehensif oleh Rachmita Maun Harahap selaku Anggota Komisioner KND.
"Proses pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas harus disertai oleh akomodasi yang layak, aksesibilitas, serta pentingnya partisipasi bermakna. Akomodasi yang layak dan aksesibilitas adalah modifikasi yang dilakukan untuk mengeliminasi hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, dan partisipasi bermakna adalah bagaimana melibatkan penyandang disabilitas dalam semua proses dan berbagai aspek," ujar Rachmita.
Anggota Komisioner KND, Jonna Aman Damanik, menyoroti kompleksitas implementasi asas desentraslisasi dalam kebijakan otonomi daerah dan relasinya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang diimplementasikan di Indonesia. Implementasi undang-undang tersebut tentu juga dituangkan dalam berbagai kebijakan dan program pembangunan.
"Dalam mewujudkan pemenuhan hak penyandang disabilitas dibutuhkan kebijakan yang sistematis, terpadu, dan harmonis antarseluruh sektor dan level pemerintahan. Termasuk juga harmonisasi Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029 dengan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RANPD) Tahun 2025-2029 yang kemudian akan diturunkan dengan rencana pembangunan yang berperspektif inklusif disabilitas di tingkat daerah hingga tingkat desa. Oleh karena itu, KND bersama DPD RI bisa bersama-sama mengawal sejumlah kebijakan yang urgen, seperti percepatan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah tentang penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, serta mendorong terwujudnya Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RADPD) di seluruh provinsi di Indonesia," papar Jonna.
Jonna juga menambahkan bahwa kompleksitas tersebut juga dipertebal dengan data penyandang disabilitas yang masih tersebar dan sangat sektoral. Untuk itu, data penyandang disabilitas yang terintegrasi seperti Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) menjadi penting dan direlasikan dengan mandat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang satu data penyandang disabilitas Indonesia dan kartu penyandang disabilitas (KPD).
Selain belum padu sejumlah kebijakan, KND juga menyoroti hak perempuan dengan disabilitas dan hak anak dengan disabilitas, serta Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan yang saat ini diajukan oleh DPD RI yang menjadi salah satu prioritas program legislasi nasional (prolegnas) 2025. Anggota Komisoner KND, Fatimah Asri Mutmainnah, menyampaikan bahwa perempuan dengan disabilitas dan anak dengan disabilitas rentan mendapatkan stigma berlapis dan rentan mengalami kekerasan seksual, sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah berkaitan dengan pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR).
"RUU Daerah Kepulauan yang diusulkan oleh DPD RI dapat menjadi momentum untuk lebih memperhatikan hak penyandang disabilitas yang tinggal di daerah kepulauan yang identik dengan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Harapannya, dalam proses pembahasan RUU ini, KND dapat dilibatkan agar lebih berperspektif inklusif disabilitas serta memastikan kebijakan tersebut bersifat afirmatif dan interseksional terhadap penyandang disabilitas," ujar Fatimah.
Di akhir kegiatan, selain merumuskan empat poin penting, Ketua Komite III DPD RI menyampaikan dukungannya terhadap KND yang terimbas efisiensi anggaran dengan berkirim surat kepada Menteri Sosial RI, Menteri Keuangan RI, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas RI untuk memperhatikan kebutuhan anggaran KND dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas. (RO/I-2)