
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menuding kebijakan pemerintah yakni pembatasan operasional logistik selama 16 hari pada libur Lebaran menjadi penyebab kemacetan di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis (17/4) lalu.
Larangan mobilitas angkutan barang yang berlaku pada 24 Maret hingga 8 April 2025 menyebabkan bongkar muat di pelabuhan menumpuk, bahkan tersendat. Truk-truk pengangkut harus mengantre panjang untuk keluar masuk pelabuhan, memicu kemacetan parah yang membuat pengendara terjebak hingga belasan jam.
"Macet Tanjung Priok itu merupakan dampak dari kesalahan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Pada angkutan Lebaran, pemerintah terlalu lama membatasi aktivitas operasional logistik," ujar Djoko dalam keterangan resminya, Sabtu (19/4).
Menurut Djoko, seharusnya pembatasan operasional angkutan logistik tidak boleh lebih dari lima hari untuk menghindari penumpukan kontainer barang di pelabuhan. Dia pun mendesak pemerintah mengevaluasi kebijakan pembatasan angkutan barang agar kejadian macet Priok horor tidak terulang kembali. Jangan sampai, katanya, gara-gara kebijakan pemerintah sendiri justru merugikan negara.
"Kemacetan parah dikhawatirkan menghambat pertumbuhan ekonomi, mengingat kelancaran distribusi logistik menjadi salah satu indikator perputaran ekonomi," jelas Djoko.
Di sisi lain, kemacetan parah yang terjadi juga jadi pembelajaran pemerintah untuk membenahi tata kelola kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Seperti adanya jarak dari area penyangga (buffer zone) antara pelabuhan dengan lingkungan pemukiman minimal 1 kilometer (km).
"Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok harus ditata ulang dengan minimal 1 km daerah buffer zone harus bebas dari bangunan," usul Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu. (E-3)