
KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap dua kapal ikan asing berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara. Penangkapan ini berhasil menyelamatkan ratusan miliar rupiah kerugian negara akibat aktivitas ilegal kedua kapal tersebut.
Operasi penangkapan ini merupakan bagian dari operasi terpadu Bakamla Patma Yudhistira/2025, di mana KKP mengerahkan Kapal Pengawas (KP) Orca 03 dan melakukan operasi mandiri dengan KP Orca 02. Sinergi antarinstansi ini terwujud berkat laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan di perairan strategis tersebut.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), IPung Nugroho Saksono, mengatakan komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan sumber daya laut Indonesia, khususnya di Laut Natuna Utara. “Kami pastikan negara hadir menjaga Laut Natuna Utara agar terbebas dari praktik illegal fishing,” katanya, Sabtu (19/4) ketika dikonfirmasinya wartawan.
Dua kapal yang berhasil diamankan adalah 936 TS (135 GT) dan 5762 TS (150 GT). Kedua kapal terdeteksi melakukan aktivitas penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 dengan menggunakan alat tangkap pair trawl, yang dilarang di Indonesia karena dampaknya yang merusak ekosistem laut, pada (14/4) lalu.
“Alat tangkap ini merusak ekologi, karena menjaring ikan-ikan kecil dan menghabiskan sumber daya ikan,” ujarnya.
Proses penangkapan tidak berjalan mulus, karena kedua kapal sempat mencoba melarikan diri. Namun, kesigapan KP Orca 03 yang menurunkan Rigid Inflatable Boat (RIB) berhasil melumpuhkan pergerakan mereka. Dari hasil pemeriksaan, petugas menemukan sekitar 4.500 kilogram ikan campur dan mengamankan 30 awak kapal yang seluruhnya berkewarganegaraan Vietnam.
KKP memperkirakan potensi kerugian negara akibat aktivitas ilegal kedua kapal ini mencapai Rp152,8 miliar. Kerugian ini mencakup nilai ikan hasil tangkapan ilegal, kerusakan ekosistem laut akibat penggunaan alat tangkap pair trawl, serta dampak jangka panjang terhadap sumber daya perikanan.
Kedua kapal beserta awaknya diduga melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Lebih lanjut, Ipung mengungkapkan bahwa pengawasan perairan Indonesia tidak hanya terfokus di Natuna, melainkan di seluruh wilayah Nusantara. Namun, KKP saat ini masih memiliki keterbatasan jumlah kapal pengawas, yaitu 34 unit dari kebutuhan ideal sebanyak 70 unit. “Kami bertanggung jawab atas seluruh perairan Nusantara, dari Sabang sampai Merauke. Idealnya, kami butuh 70 kapal pengawas, sementara saat ini hanya ada 34,” tambahnya.
Menurut dia, Laut Natuna menjadi wilayah dengan intensitas pelanggaran oleh kapal asing yang paling tinggi. Banyak di antara kapal-kapal tersebut yang diduga lolos dari pengawasan coast guard negara asal mereka. “Sebetulnya mereka diawasi oleh coast guard-nya. Tapi kapal yang lolos inilah yang masuk ke wilayah kita,” ujarnya.
KKP terus berupaya memperkuat pengawasan perairan Indonesia melalui kerja sama dengan Bakamla, TNI AL, dan aparat penegak hukum lainnya. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan aktivitas mencurigakan di laut juga menjadi kunci keberhasilan pemberantasan illegal fishing.(H-2)