
TIM Young Begawan Aktuaria (YBA) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) meraih juara kedua dalam kompetisi bergengsi 2025 SOA (Society of Actuaries) Research Institute Student Research Case Study Challenge. Mereka berhasil mengungguli tim-tim dari berbagai perguruan tinggi Ternama di dunia.
Ketua tim YBA, Mohammad Firdaus menyampaikan, berkompetisi dalam bidang aktuaria ini diikuti oleh 68 tim dari 42 universitas di 17 negara, 6 benua. Kompetisi tersebut menguji kemampuan para peserta dalam mengembangkan solusi aktuaria inovatif untuk permasalahan nyata.
Dari 68 tim tersebut, 19 tim berhasil lolos ke babak semifinal, dua di antaranya dari UGM. Babak final berlangsung dari 17 Januari hingga 25 April dan pengumuman juara pada 2 Mei secara daring.
Juara pertama dalam kompetisi ini diraih oleh tim dari University of Waterloo, Kanada, juara kedua dari UGM, dan juara ketiga diraih oleh tim dari Australian National University, Australia. Selain itu, ada tim dari Monash University, Australia, National Economics University, Vietnam; serta Universitas Pelita Harapan, Indonesia, yang berhasil lolos ke babak final.
Mohammad Firdaus mengaku, keberhasilan ini membawa kehormatan ini dengan rasa bangga. "Ini menjadikannya dorongan kuat bagi kami untuk terus berkembang dan berkontribusi secara nyata demi kesejahteraan bersama. Perjalanan terus berlanjut, dan kami akan terus berjuang," terang dia dalam siaran pers, Sabtu (10/5).
Selain Mohammad Firdaus selaku ketua tim, YBA beranggotakan empat orang yang lain, yaitu Rafael Wicaksono Hadi, Victorius Chendryanto, Dewa Ayu Maharani Adithi Kipana, dan Enricko Wisnu Arkana. Selain itu, Danang Teguh Qoyyimi PhD berposisi sebagai dosen pembimbing.
Tim YBA menonjol dalam kompetisi tersebut karena menawarkan solusi yang komprehensif dan inovatif, yang dinamakan "TerraDam". Program nasional ini dirancang untuk meningkatkan ketahanan finansial dan infrastruktur terhadap risiko kegagalan bendungan tanah (earthen dam) di wilayah fiktif Tarrodan.
Program TerraDam yang diajukan YBA menggabungkan pendekatan holistik melalui empat pilar utama: TerraDam Insurance, TerraDam Regulation, TerraDam Grant, dan TerraDam Token. Program ini bertujuan untuk mengurangi risiko kegagalan bendungan yang berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi hingga lebih dari 182 miliar dolar, dengan probabilitas kegagalan bendungan rata-rata hampir 10% dalam 10 tahun.
TerraDam Insurance menyediakan dua jenis asuransi, yaitu asuransi opsional untuk pemilik bendungan dan asuransi nasional wajib yang didanai melalui sistem pajak untuk melindungi masyarakat dari kerugian akibat kegagalan bendungan.
TerraDam Regulation menetapkan standar ketat bagi pemilik bendungan untuk merancang Rencana Tanggap Darurat (EAP), melakukan inspeksi rutin, memasang sistem peringatan dini, serta merehabilitasi bendungan yang sudah tua.
TerraDam Grant menyediakan bantuan dana bagi pemilik bendungan yang tidak mampu membiayai kewajiban tersebut. "TerraDam Token adalah mekanisme keuangan digital berbasis blockchain yang mengubah bendungan menjadi aset investasi yang dapat diperdagangkan, sehingga mendukung keberlanjutan program," terang dia.
Dengan implementasi program ini, risiko kegagalan bendungan diperkirakan dapat dikurangi hingga 62%, dan program diproyeksikan menghasilkan arus kas positif sebesar 80,589 juta Qalkoon pada akhir tahun 2035. Program ini juga memastikan keberlanjutan finansial tanpa membebani masyarakat.
Danang Teguh Qoyyimi PhD, selalu dosen pembimbing, menceritakan bahwa Tim Departemen Matematika mulai mengikuti SOA Student Research Case Study Challenge sejak tahun 2019. Saat itu tim terdiri dari mahasiswa mintl aktuaria program studi Statistika.
Pada tahun yang sama, Program Studi Ilmu Aktuaria terbentuk di UGM dan menerima mahasiswa pertamanya. Selang 5 tahun setelahnya, yaitu tahun 2024, tim UGM kembali mengirimkan delegasinya, hingga tahun ini di tahun 2025 tim memenangkan kompetisi ini.
"Tentu saja ini menjadi salah satu capaian yang baik dari program studi sarjana S1 termuda di FMIPA UGM ini," terang dia. Keberhasilan ini merupakan bukti kemampuan mahasiswa UGM dalam mengintegrasikan ilmu aktuaria dengan problem solving nyata yang berdampak luas.
"Kami berharap program ini dapat menjadi sumber belajar yang baik bagi pengembangan riset dan aplikasi aktuaria di Indonesia," tutup dia. (H-2)