
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memandang nilai perdagangan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) berpotensi menembus US$120 miliar. Itu berdasarkan rangkaian kunjungan yang dilakukan Kadin Indonesia ke Negeri Paman Sam beberapa hari lalu.
"Prediksi kami di Kadin, kalau antara ekspor dan impor (Indonesia-AS) itu US$39 miliar sampai US$40 miliar kurang lebih. Dalam waktu 2-3 tahun, kalau kita pandai, itu bisa menjadi dari US$40 miliar sampai US$80 miliar m. Dalam 4 tahun, bisa jadi US$120 miliar. Kalau misalnya kita menyiasatinya benar," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie dikutip dari siaran pers, Senin (12/5).
Proyeksi optimistis itu muncul di tengah rencana negosiasi tarif resiprokal yang tengah dijajaki oleh kedua negara. Pemerintah AS disebut meminta neraca perdagangan menjadi lebih seimbang, yang membuka peluang lonjakan impor produk AS ke Indonesia, khususnya komoditas pangan seperti gandum, kedelai, susu, dan daging. Di sisi lain, ekspor Indonesia berpotensi tumbuh lewat sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk alas kaki.
Kadin juga menangkap peluang strategis di sektor energi dan lingkungan hidup. Dalam kunjungan ke AS, Anindya menghadiri Bloomberg New Energy Forum (NEF) Summit 2025, dan melihat komitmen kuat dari berbagai negara bagian AS terhadap isu transisi energi, meskipun kebijakan pusat sempat keluar dari Perjanjian Paris.
"Forum ini fokus membahas transisi energi, iklim, lingkungan hidup. Di sana bertemu dengan berbagai macam pemangku kepentingan di bidang energi. Walau Presiden Trump memutuskan keluar dari Paris Agreement namun dua per tiga dari 50 negara bagian menyatakan ingin lanjut," terangnya.
Dalam konteks tersebut, Indonesia menawarkan potensi besar di sektor kredit karbon dan energi terbarukan. Indonesia disebut berpeluang menjual kredit karbon ke AS melalui platform seperti IDX Carbon, memanfaatkan luasnya kawasan hutan dan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).
"Indonesia juga melakukan preservasi di biodiversitas sekitar kita yang suatu saat bisa menjadi carbon capture yang bagus dan juga carbon market. Jadi itulah kita mencari mitra-mitra dan banyak sekali yang justru sangat meminati," tutur Anindya.
Tak hanya itu, mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan bauksit disebut menjadi komoditas yang sangat diminati AS, terutama dalam mendukung transisi energi dan pengembangan kendaraan listrik.
"Mineral kritis adalah mineral yang sangat penting bagi ekonomi dan sangat penting pula dalam transisi energi. Tetapi, mineral kritis ini sangat langka," tambahnya.
Kadin menyatakan kerja sama dengan AS harus tetap mengedepankan nilai tambah dalam negeri, salah satunya dengan membangun industri pengolahan mineral di Indonesia sebelum diekspor. Dengan kombinasi potensi perdagangan, karbon, dan mineral kritis, Kadin menilai relasi ekonomi Indonesia-AS ke depan bisa menyamai nilai perdagangan Indonesia dengan Tiongkok yang kini mencapai US$130 miliar.
Karenanya, melalui pendekatan strategis dan pemanfaatan peluang pasca-negosiasi tarif, Kadin berharap Indonesia dapat memaksimalkan relasi ekonomi dengan AS secara berkelanjutan dan inklusif. (E-3)