
IKATAN Pendidikan Nusantara dan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menyuarakan keresahan terkait dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi para guru.
Ketua Ikatan Pendidikan Nusantara, Hasna, mengungkapkan bahwa pada 2021 telah terdapat ribuan guru honorer yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Barat lulus passing grade (PG) namun hingga belum juga diangkat menjadi PPPK
"Ada guru negeri dan swasta yang lulus passing grade di 2021, sampai sekarang belum diangkat dan belum penempatan. Itu terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Itu masih banyak, seribuan lebih," ungkapnya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, Senin (14/7).
Lebih lanjut, terkait dengan persoalan ini, dia meminta pemerintah untuk segera mengambil tindakan dan memberikan kepastian pada para guru ini.
"Mestinya pemerintah itu menyelesaikan yang PG 2021, baru mengambil lagi dan menyelesaikan honorer yang lain," jelasnya.
Hasna juga membeberkan permasalahan terkait adanya guru honorer yang namanya masuk di dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), tetapi tidak tercantum di dalam data base Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Dia mengungkapkan hal tersebut tidak kunjung selesai selama 16 tahun. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena guru honorer tersebut digaji oleh komite sekolah dan bukan oleh pemerintah lewat APBD atau APBN.
"Saya tanya-tanya teman-teman itu katanya, karena mereka tidak dibayar oleh APBN dan APBD, tetapi dia (digaji) oleh komite. Jadi waktu pendataan itu tidak bisa masuk," kata Hasna.
Sertifikat Pendidikan
Dia pun meminta pemerintah tidak kembali membuka seleksi PPPK sebelum permasalahan guru honorer di tahun-tahun sebelumnya diselesaikan.
Jika pemerintah bersikeras untuk kembali membuka seleksi PPPK bagi guru, maka syarat bagi peserta harus sudah memiliki sertifikat pendidikan. "Jadi, kan tahu siapa yang benar-benar mau mengabdi dan belum pernah mengabdi," tegasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Departemen Bantuan Hukum dan Perlindungan Guru Profesi PB PGRI, Maharani Siti Shopia, meminta pemerintah untuk memberlakukan kebijakan konversi status guru PPPK menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan mempertimbangkan masa pengabdian, prestasi, maupun kontribusi guru PPPK.
"Kami merasa perlu adanya pengaturan mengenai konversi dan transisi, artinya dibuka ruang konversi dan transisi itu terkait dengan status PPPK (menjadi PNS) dan pemberian afirmasi terhadap guru honorer yang berpengalaman dalam RUU ASN yang saat ini dilakukan revisi," ujarnya.
Menurutnya, hingga kini belum ada mekanisme konversi status guru dan tenaga pendidik PPPK. Padahal, beban ASN PPPK dan PNS relatif sama. Namun, ada sejumlah perbedaan yang dianggap diskriminatif, meliputi status kepegawaian yang tidak permanen, hak pensiun, jenjang karier, hingga jaminan sosial.
Untuk hak pensiun, misalnya, PNS mendapatkan pensiun tetap, sementara PPPK belum. Begitu pula jenjang karier yang lebih terbatas bagi PPPK, dan jaminan sosial yang tidak otomatis bagi PPPK.
"Kita berharap adanya penguatan skema PPPK setara PNS, bagaimana dibuat skema itu dan pemerintah bisa melakukan revisi regulasi agar PPPK memiliki hak yang setara dengan PNS, termasuk jaminan pensiun dan jenjang karier," jelasnya.
PGRI juga berharap adanya kebijakan diferensiasi dengan memberikan kesempatan konversi status hanya untuk profesi strategis seperti guru dengan nakes di daerah 3T. Kemudian, pembentukan Undang-Undang (UU) jaminan perlindungan bagi guru, utamanya tenaga honorer.
"Kami meminta adanya jaminan perlindungan guru setingkat UU karena kesejahteraan kemudian perubahan status, mutasi, itu adalah bagian yang inheren dari perlindungan guru yang saya kira tidak bisa terpisahkan," pungkasnya. (Des/M-3)