
PENGURUS Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr Iqbal Mochtar mengatakan diperlukan pertimbangan matang menjadikan Indonesia sebagai tempat uji coba vaksin tuberkulosis (Tb) dari Microsoft sekaligus filantropis Bill Gates.
Terdapat manfaat dan kerugian yang harus diperhitungkan untuk keputusan menjadikan Indonesia lokasi uji coba vaksin Tb Microsoft. Manfaat pertama adalah akses awal terhadap vaksin Tb, karena Indonesia menjadi tempat uji coba, maka secara otomatis akan menjadi populasi pertama yang menerima vaksin jenis baru.
"Saya kira akan memberikan manfaat karena vaksin jenis baru itu biasanya memberikan efektivitas lebih baik daripada vaksin yang lama," kata Iqbal saat dihubungi, Rabu (7/5).
Kedua, sebuah negara dijadikan tempat uji coba, akan dilakukan juga upaya peningkatan fasilitas. Jadi ada pelatihan-pelatihan tenaga medis, pembangunan-pembangunan pusat imunisasi dan sebagainya. Ujungnya akan memberikan manfaat bagi Indonesia.
"Ketiga, Indonesia akan berkontribusi terhadap kesehatan global. Jadi kalau kita menjadi tempat vaksinasi secara otomatis kita akan dicatat bahwa kita merupakan tempat di mana vaksinasi Tb pertama kali dilakukan dan itu merupakan kontribusi global terhadap dunia kesehatan," ungkapnya.
Namun terdapat juga kendalanya, karena sifatnya uji coba maka belum tahu bagaimana hasilnya, baik atau hasilnya tidak baik. Jika hasilnya tidak baik tentu saja dapat berhubungan dengan efek samping atau tidak adanya efektivitas dari vaksin tersebut dan tentu akan memberikan efek kerugian.
"Kemudian hak privasi atau informed consent. Apakah semua penderita Tb harus mengikuti uji coba ini, bagaimana dengan orang yang tidak mau. Lalu bagaimana dengan privasinya atau kerasian data mereka akan dijaga," ungkapnya.
Vaksin Tb tentu diuji coba kepada penduduk yang rentan. Di Indonesia penduduknya memang banyak menderita Tb memberikan vaksin kepada penderita. Bisa memberikan manfaat atau bisa tidak memberikan manfaat atau bahkan memperberat kondisi orang yang menderita Tb.
"Jadi saya kira ini perlu betul-betul dipertimbangkan. Perlu ada proses ilmiah yang jelas yang terstruktur dengan informed consent yang betul-betul diberikan informasi kepada orang yang akan menjalani. Sehingga mereka tahu hal-hal baik dan hal-hal buruknya itu harus disampaikan kepada mereka. Dan sifatnya tidak boleh paksaan. Ini mesti sifatnya sukarela siapa yang mau silakan yang tidak mau tidak perlu," pungkasnya. (H-3)