Perlindungan Ruang Digital

2 weeks ago 15
Web Warta News Malam Viral Terpercaya
Perlindungan Ruang Digital (MI/Duta)

BAGAIMANA memastikan perlindungan warganet, terutama anak-anak, di ruang digital hingga kini masih menjadi persoalan krusial. Ketika mengakses dan masuk pada ruang digital, para warganet sering kali masih dihadapkan pada berbagai ancaman, mulai cyberporn, konten radikalisme, praktik perundungan, berbagai hoaks, hingga konten lain yang berbahaya.

Salah satu konten yang berbahaya dan menghebohkan para warganet belum lama ini ialah munculnya grup bernama Fantasi Sedarah atau inses di platform media sosial Facebook. Keberadaan grup yang menyimpang itu terkuak dan membuka tabir bahwa perlindungan sosial terhadap moral dan hak asasi manusia di ruang digital masih sangat minimal (Media Indonesia, 18 Mei 2025). Meskipun pemerintah telah memblokir akun-akun yang bermasalah, yang perlu dilakukan tampaknya lebih daripada sekadar memblokir akun.

Pemerintah tidak hanya perlu mendesak penyelenggara sistem elektronik (PSE) ikut bertanggung jawab menyediakan ruang digital yang benar-benar aman, tetapi juga melakukan pengembangan literasi digital dan literasi kritis para warganet itu sendiri sebagai konsumer berbagai platform digital.

RISIKO

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) selama ini telah mengembangkan tiga langkah prioritas strategis dalam mendorong transformasi digital, yakni penguatan infrastruktur digital, percepatan pengembangan sumber daya manusia dan literasi digital, serta pertumbuhan ekosistem layanan dan ekonomi digital. Semua langkah itu dikembangkan dengan tujuan menciptakan ruang digital yang tidak hanya produktif, tetapi juga aman bagi seluruh warganet.

Disadari pemerintah, meski Indonesia telah memasuki era digital, masyarakat umumnya masih belum memiliki kemampuan literasi digital dan literasi kritis, untuk menampik bombardir informasi yang tidak dibutuhkan. Kenaikan dan meluasnya penggunaan ponsel dan akses pada internet sering kali masih belum didukung kemampuan literasi penggunanya.

Menurut data, jumlah pengguna gadget di Tanah Air saat ini sudah mencapai 212 juta orang dengan jumlah ponsel aktif sebanyak 354 juta ponsel. Untuk penetrasi internet tercatat mencapai 74,6% dari total populasi. Diperkirakan, sekitar 89% populasi Indonesia menggunakan smartphone dan 143 juta identitas merupakan pengguna media sosial. Pertumbuhan tahunan pengguna internet mencapai 8,7%, atau bertambah 17 juta pengguna baru dalam setahun terakhir.

Dengan begitu banyaknya pengguna ponsel, di satu sisi memang memungkinkan para warganet untuk mengakses informasi yang mereka inginkan. Namun, di sisi yang lain, meluasnya penggunaan ponsel dan internet ternyata juga melahirkan sejumlah risiko. Tidak sekali-dua kali masyarakat menjadi korban tindak kejahatan siber dan terpaksa harus menderita kerugian sosial-ekonomi.

Pertama, menjadi korban ancaman keamanan data, seperti menjadi korban praktik peretasan dan pencurian data. Berbagai kasus phishing dan penipuan online, malware dan virus, serta serangan DDoS ialah hal yang terus terjadi dari waktu ke waktu. Masyarakat yang belum memiliki kesadaran dan literasi yang kuat sering menjadi korban para penjahat di era digital yang melakukan penipuan online, pencurian informasi kartu kredit, dan korban berbagai kasus transaksi ilegal.

Sudah bukan rahasia lagi, akibat ketidaktahuan sebagian besar warganet, mereka cenderung rawan menjadi korban tindak cybercrime. Di Indonesia, sudah berkali-kali data pribadi masyarakat yang dibobol para hacker dan kemudian dijual di berbagai situs gelap untuk kepentingan komersial dan politis. Masyarakat yang tidak tahu apa-apa ternyata menjadi korban pengumpulan data pribadi untuk kepentingan komersial dan tujuan kejahatan.

Kedua, risiko menjadi korban perundungan dan korban akibat meluasnya konten-konten palsu dan konten-konten yang substansinya berbahaya. Di media sosial, terutama, sudah bukan rahasia lagi jika dalam hitungan detik selalu bermunculan berbagai hoaks, informasi palsu dan disinformasi, ujaran kebencian dan pelecehan online, konten yang tak pantas, dan berbagai informasi lain yang tidak pantas.

Masyarakat yang sebagian besar ialah konsumen konten-konten di media sosial sering tanpa sadar ikut meresirkulasi konten-konten yang bermasalah itu ke grup-grup percakapan online tanpa menyadari bahwa tindakan mereka salah. Ada kecenderungan asalkan sebuah informasi merupakan informasi yang sedang viral dan bombastis, justru para warganet akan terdorong untuk meresirkulasi tanpa memeriksa terlebih dahulu akurasi dan kebenaran informasinya.

Di kalangan warganet, praktik cyber bullying diakui atau tidak juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat digital yang tidak terhindarkan. Masyarakat yang sudah telanjur menderita mental disorder karena nomophobia dan adiksi dalam pengunaan ponsel serta internet sering justru terperangkap pada ancaman bahaya di balik meluasnya penggunaan gadget. Tidak sedikit warganet yang menjadi korban cyber bullying dan terpaksa harus mengalami gangguan psikologis karena dirundung di dunia maya.

PERLINDUNGAN

Untuk mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban karena masuk ruang digital yang tidak aman, pemerintah sebetulnya telah melakukan berbagai upaya. Khusus untuk anak-anak, salah satu yang terbaru ialah melalui pengeluaran Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025. Peraturan itu mengatur tata kelola perlindungan anak di ruang digital.

Dengan mengatur tata kelola perlindungan anak di ruang digital ini, pemerintah tidak berniat membatasi akses digital bagi anak-anak. Dalam berbagai penjelasan yang disampaikan pejabat Kemenkomdigi, pemerintah dikatakan tidak bermaksud membatasi akses anak-anak terhadap internet dan teknologi digital, tetapi menunda akses tersebut hingga usia yang tepat. Penundaan itu bertujuan memastikan anak-anak memiliki kesiapan dalam menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.

Khusus untuk anak-anak, posisi mereka harus diakui memang masih rentan dan rawan terkontaminasi informasi yang berbahaya ketika diizinkan masuk ke dunia maya, tanpa pendampingan dan perlindungan yang memadai. Untuk itu, berbagai platform media sosial, selain harus menyediakan jalur komunikasi yang cepat untuk merespons laporan konten-konten yang bermasalah, harus ikut bertanggung jawab menyaring konten-konten yang berbau kekerasan, pornografi, dan konten-konten lain yang berbahaya bagi kelangsungan pertumbuhan psikologis anak-anak.

Belum setahun menjabat, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mencatat telah men-take down hampir 1,4 juta situs yang dinilai bermasalah. Masalahnya ialah, ketika ada situas bermasalah yang di-take down, dalam hitungan detik muncul kembali situs-situs yang sama dengan nama yang berbeda. Menjaga stamina dan terus bersikap proaktif ialah sebuah keharusan agar ulah para penjahat siber dapat direduksi dan anak-anak kita dapat diselamatkan dari berbagai ancaman yang ditebar di dunia maya.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |