
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI rate harus segera disambut pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuham kredit. Seperti diberitakan, BI menurunkan BI rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5% dari semula 5,25%.
BI sebelumnya sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 3 kali. Namun, kata Nailul, ternyata pertumbuhan kredit masih ada di angka 7 persenan.
"Artinya, selain masalah suku bunga acuan yang relatif tinggi, ada masalah lainnya. Saya pribadi melihat ada masalah pasar yang sepi karena daya beli yang menurun," katanya saat dihubungi, Kamis (21/8).
"Akibatnya, perusahaan tidak mau berekspansi meskipun BI sudah melonggarkan suku bunga acuannya. Hal tersebut tercermin dari PMI manufaktur kita yang masih berada di posisi non ekspansi," imbuhnya.
Nailul juga menyoroti langkah BI yang menurunkan suku bunga acuannya di saat The Fed terus menahan rate-nya. Artinya, kebijakan BI untuk menentukan suku bunga acuannya tidak melihat lagi langkah the Fed.
"Bisa jadi, untuk pertama kalinya the Fed rate akan sama dengan BI rate jika BI agresif menurunkan suku bunganya," ujarnya.
Selain itu, saat ini rupiah tengah mengalami tekanan. Bahkan, katanya, penurunan BI rate akan melemahkan nilai tukar rupiah ke depan dan menghabiskan cadangan devisa BI.
"Biaya pemulihan nilai tukar ini tidak sedikit, bahkan biaya tersebut cenderung 'mahal'. Cadangan devisa negara tergerus," pungkasnya.