Pengakuan Masyarakat Adat Dinilai Masih Berlapis dan Sektoral

2 hours ago 1
Pengakuan Masyarakat Adat Dinilai Masih Berlapis dan Sektoral Aksi demo mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat.(Dok. MI/Susanto)

KOALISI Masyarakat Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat menilai proses pengakuan masyarakat adat di Indonesia hingga kini masih dilakukan secara bersyarat, berlapis, dan sektoral. Mekanisme pengakuan yang rumit ini dinilai menjadi hambatan utama bagi masyarakat adat untuk memperoleh hak-hak hukumnya secara utuh.

"Persoalan pertama adalah terkait pengakuan, mekanisme pengakuan masyarakat adat yang masih dilakukan secara bersyarat, berlapis, dan sektoral," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat, Erwin Dwi Kristianto dalam audiensi dengan Baleg DPR RI, Kamis (6/11).

Menurut Erwin, masih banyak undang-undang sektoral yang menetapkan syarat khusus bagi pengakuan masyarakat adat. Salah satu contohnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 67, yang mensyaratkan masyarakat hukum adat harus terlebih dahulu diakui melalui peraturan daerah (Perda).

"Data sejumlah LSM menunjukkan, hingga saat ini setidaknya sudah ada 461 produk hukum daerah berupa perda yang terkait pengakuan masyarakat hukum adat. Bisa dibayangkan biaya dan energi yang harus dikeluarkan hanya untuk menerbitkan perda-perda sebanyak itu," ujarnya.

Namun, pengakuan melalui perda pun belum menjamin masyarakat adat memperoleh pengakuan penuh atas wilayahnya. Erwin menjelaskan, setelah perda disahkan, pengakuan atas hutan adat baru dapat dilakukan melalui Surat Keputusan (SK) Hutan Adat dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

"Perda sudah jadi, tapi belum tentu kemudian hutan adatnya ada. Karena mandat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang hutan adat masih harus ditindaklanjuti dengan proses administratif di kementerian. Jadi, setelah perda disahkan, masyarakat adat baru bisa memiliki hutan adat setelah mendapatkan SK Hutan Adat dari Kemenhut," jelasnya.

Selain itu, pembagian wilayah berdasarkan sektor seperti kehutanan dan area penggunaan lain juga menjadi persoalan tersendiri. Kondisi ini menyebabkan pengakuan terhadap wilayah adat tidak selalu mencakup seluruh wilayah yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat.

"Karena Indonesia terbagi dalam beberapa sektor kehutanan dan area penggunaan lain, maka belum tentu seluruh wilayah adat diakui secara utuh. Ini yang membuat masyarakat adat terus berada dalam posisi rentan secara hukum dan sosial," ucapnya.

Koalisi Masyarakat Sipil pun mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat segera disahkan, dengan mekanisme pengakuan tunggal dan lintas-sektor agar tidak lagi menimbulkan tumpang tindih antarperaturan serta memperkuat jaminan konstitusional bagi masyarakat adat di seluruh Indonesia. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |