
DEMOCRACY and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia selaku salah satu pemantau pemilu mendukung langkah sejumlah organisasi masyarakat sipil yang melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan private jet atau jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan, penggunaan private jet oleh KPU RI mengundang tanda tanya di publik. Alih-alih menjadi teladan bagi jajaran KPU daerah, KPU RI justru dinilainya menggunakan anggaran yang tidak semestinya.
"Saya sendiri melihatnya cukup ironi, seperti baru menjadi pejabat dan ingin serba mewah tanpa mempertimbangkan esensi, urgensi dan substansi," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (8/5).
Menurut Neni, pengadaan anggaran untuk menyewa private jet yang dilakukan KPU RI pada 2024 lalu patut dipertanyakan. Ia menyebut, pengadaan itu menjadi ruang gelap, jauh dari transparansi dan akuntabilitas. "Ini kan menjadi potensi korupsi dan penyalahgunaan anggaran negara," kata Neni.
Selama ini, ia berpendapat lembaga penyelenggara negara memang nyaris sepi dari pemebritaan kasus korupsi. Padahal, samabung Neni, jual beli suara yang melibatkan penyelenggara pemilu juga terjadi di lapangan termasuk penyalahgunaan anggaran negara. "Saya berharap KPK bisa mengusut tuntas laporan dari masyarajat sipil," terangnya.
Adapun koalisi masyarakat sipil antikorupsi yang melaporkan KPU ke KPK pada Rabu (7/5) lalu adalah Transparency International Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia. (Tri/P-2)