
PELEMAHAN nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam sepekan terakhir diperkirakan masih akan berlanjut pekan depan. Itu dinilai sebagai antisipasi pasar terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump Jr.
Sedianya pelemahan nilai tukar dan indeks harga saham tak hanya terjadi di Indonesia. Kebijakan Trump yang inward looking mendorong pelemahan nilai tukar rupiah dan indeks harga saham banyak negara emerging.
"Pelemahan tidak hanya terjadi di rupiah dan IHSG, tapi juga terjadi di aset berisiko lainnya di emerging markets," ujar pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi, Minggu (2/3).
"Ini antisipasi pasar terhadap dampak negatif dari kebijakan kenaikan tarif Trump yang akan segera diberlakukan ke beberapa negara seperti Kanada dan Meksiko, juga Tiongkok," tambahnya.
Selain itu, lanjut Ariston, pembicaraan Trump dan Zelensky kemarin yang mengarah kepada terhentinya bantuan AS untuk menghentikan serangan Rusia juga bisa memberikan sentimen negatif pasar.
"Pekan depan rupiah bisa mengarah ke area Rp16.700 per dolar AS, dengan sentimen negatif dari luar yang masih berkembang saat ini. IHSG pun masih mungkin tertekan ke area support penting 6.000," kata dia.
Dihubungi terpisah, Senior Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menilai belum ada katalis positif dari ekonomi domestik untuk bisa mengerek nilai tukar rupiah dan mengungkit level IHSG.
"Dari domestik memang masih minim katalis positif. Minim data makro ekonomi domestik yang bisa memberikan high market impact, dan juga memang kondisi makro ekonomi domestik yang untuk sementara ini masih dibayangi oleh adanya global uncertainty," ujarnya.
Nafan juga mengatakan, pelemahan rupiah dan IHSG yang terjadi bersamaan boleh jadi saling terkait. Namun menurutnya hal yang paling mempengaruhi ialah adanya prakiraan kedua mengenai pertumbuhan ekonomi AS di triwulan IV 2024.
Pasalnya, realisasi pertumbuhan itu bakal mempengaruhi dan menentukan kebijakan The Federal Reserve (The Fed) terkait dengan suku bunga acuan. "So far, memang tahun ini masih ada peluang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan," kata Nafan.
Pergerakan nilai tukar rupiah dan IHSG, lanjutnya, juga akan banyak ditentukan oleh dinamika perekonomian dunia, terutama mengenai kebijakan tarif tinggi dari AS untuk Kanada dan Meksiko.
"Dinamika perang dagang yang dimulai pada 4 Maret nanti, mereka (AS) akan menerapkan tarif 25% untuk produk impor dari Meksiko dan Kanada, pekan depan juga pasar menanti terkait dengan PMI manufaktur Indonesia yang ekspansif dan inflasi yang masih lebih rendah dari target yang ditetapkan Bank Indonesia," pungkas Nafan. (Mir/M-3)