
HARI Buruh Internasional yang seharusnya menjadi simbol perjuangan dan solidaritas pekerja, justru menjadi hari duka bagi puluhan buruh PT Panca Logam Makmur (PLM) di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Di tengah gegap gempita peringatan 1 Mei, mereka hanya bisa mengenang hak-hak yang dirampas dan keadilan yang belum kunjung datang.
Asdar, salah satu buruh PLM, mengungkapkan bahwa sudah berbulan-bulan mereka tidak menerima gaji. Alih-alih mendapatkan keadilan, para buruh justru dikriminalisasi saat mencoba menuntut hak mereka.
"Kami dituduh menghalangi pekerjaan dan langsung dilaporkan ke polisi. Tapi saat kami melapor pelanggaran perusahaan, semua seperti dibungkam," kata Asdar, Rabu (30/4).
Ia menjelaskan bahwa laporan balik yang diajukan ke aparat penegak hukum dihentikan tanpa alasan yang jelas, sementara laporan perusahaan diproses dengan cepat. Ketimpangan ini membuat para buruh merasa bahwa hukum hanya berpihak kepada pemilik modal.
Selain gaji yang tak kunjung dibayar, keselamatan kerja juga diabaikan. Najamudin, buruh yang terpapar merkuri saat membakar emas, kini menderita sakit parah. Ia bahkan sempat jatuh ke bekas galian tambang yang dibiarkan terbuka.
"Najamudin tak dapat pengobatan maupun santunan. Perusahaan seakan lepas tangan," ungkap Asdar.
Kondisi lebih tragis dialami Irwan, rekan mereka yang meninggal dunia dalam situasi kerja berisiko. Namun, bukannya mendapatkan pertanggungjawaban, almarhum justru dituduh melakukan penambangan ilegal.
"Kami yakin itu hanya alasan agar perusahaan bebas dari tanggung jawab," tambahnya.
Kejanggalan juga muncul dalam potongan gaji untuk BPJS. Para buruh mengaku dipotong iuran, tetapi saat dicek, nama mereka tidak tercatat sebagai peserta aktif. Dugaan penipuan oleh perusahaan pun menguat.
"BPJS kami fiktif. Sudah kami laporkan ke Polda Sultra, tapi tidak ada tindak lanjut. Semua seperti dibekukan," kata Asdar.
Pihak manajemen PLM pernah berjanji akan menjual aset untuk membayar tunggakan gaji. Namun janji itu tak kunjung ditepati. Laporan ke Dinas Tenaga Kerja pun tak membuahkan hasil.
"Rasanya hukum ini tumpul di hadapan perusahaan sebesar PLM," tegasnya.
Bagi Asdar dan kawan-kawan, May Day bukanlah hari perayaan. Ini adalah momen untuk menggugat diamnya negara atas penderitaan buruh tambang.
"May Day bukan hari bahagia bagi kami. Ini hari duka. Negara seperti absen dari penderitaan kami," ucapnya lirih.
Di tengah keterpurukan, Asdar menitipkan harapan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto agar memberikan perlindungan nyata bagi para buruh, khususnya di sektor pertambangan yang penuh risiko.
"Pak Presiden, dengarlah suara kami. Jangan biarkan kami terus ditindas tanpa perlindungan hukum," serunya.
Kisah buruh PLM menjadi cermin buram kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Di balik kilau emas Bombana, ada jeritan yang terus diabaikan. (RR/E-4)