Paskah dan Solidaritas Autentik

1 day ago 3
Paskah dan Solidaritas Autentik (Dokpri)

PASKAH selalu menyampaikan pesan abadi tentang kasih dan pengharapan. Dalam perayaan Paskah umat Kristen mengenang peristiwa penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus guna menyelamatkan manusia. Inti dari perayaan Paskah ialah cinta. Cinta yang tanpa pamrih serta mengatasi kebencian dan kematian. Penyaliban dan kematian Yesus merupakan konsekuensi logis dari cara hidup dan keberpihakan-Nya (compassio) yang radikal  kepada orang lemah dan para korban ketidakadilan. 

Dalam semangat itu, Paskah bukan hanya seremoni keagamaan, melainkan juga ajakan abadi untuk menjadi saksi kasih Allah yang hidup. Sebagaimana ditulis oleh teolog Jerman Johan Baptiz Metz, iman sejati selalu memanggil orang keluar dari zona nyaman menuju pelayanan transformatif bagi dunia (Metz, 1994). 

Paskah menjadi momen reflektif bagi umat kristiani sekaligus melemparkan undangan universal dalam membangun keadaban hidup bersama serta memajukan nilai-nilai kemanusiaan di tengah dunia yang sedang terluka.

Gumpalan krisis

Peperangan, rasialisme, kedaruratan ekologis, serangan terorisme, dan fundamentalisme agama adalah patologi sosial yang mewarnai situasi dunia belakangan ini. Paskah tahun ini dirayakan di tengah jutaan migran, pencari suaka, dan pengungsi perang. Konflik berkepanjangan di Timur Tengah, Ukraina, dan Sudan semakin menjadi-jadi. Keruntuhan ada di mana-mana. Banyak korban berjatuhan. Di antara para korban, ada banyak penduduk sipil. Juga ibu-ibu bersalin, bayi-bayi, dan orang-orang yang dirawat di rumah sakit.

Rantai kematian terus mengurung kita. Proses pembangunan yang destruktif dan berorientasi pada akumulasi modal telah menghancurkan bumi kita. Sebagiannya seperti sedang menyaksikan akhir sejarah. Jutaan pengungsi menyerbu Eropa sebagai tanah terjanji guna mengais kesejahteraan dan menggapai perdamaian. 

Namun yang dialami para pengungsi itu bukan saja keramatamahan tuan rumah atau bela rasa, tapi penolakan dan rasisme. Gelombang pengungsi telah memicu lahirnya konstruksi politik anti orang asing atau populisme kanan di Eropa dan Amerika Serikat. Konflik-konflik purba dalam bentuk ultranasionalisme yang agresif kembali muncul ke panggung politik global.

Masa jabatan Trump yang kedua, membuat Amerika Serikat menjadi negara yang tidak dapat diprediksi dengan kecenderungan isolasionis di tengah bahaya geopolitik yang besar. Pilihannya terhadap orang kuat, terutama Putin, menimbulkan kekhawatiran bahwa janjinya untuk mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina dalam waktu 24 jam akan tetap menggantung di atas langit imajinasi. 

Pemilu Jerman 2025 menjadi hari bersejarah bagi partai Alternatif untuk Jerman (AfD). Pasalnya, 12 tahun setelah partai sayap kanan didirikan, partai ini telah menjadi kekuatan politik terbesar kedua di Jerman. Dengan perolehan sekitar 20% suara, partai ini meraih hampir dua kali lipat dari hasil pemilu Jerman terakhir pada 2021. 

Di Prancis Jean-Maria Le Pen telah berhasil membesarkan partai populis Front Nasional dengan agenda kampanye antimigran, karena kelompok migran dianggap telah merebut lapangan kerja para warga Prancis. Gerakan serupa terdapat di Indonesia lewat kelompok fundamentalis agama yang menolak pluralisme dan keberadaan kelompok minoritas.

Situasi ini menandakan bahwa kita tengah hidup dalam masa heterophobia. Sebuah masa 'ketakutan akan yang lain'. Ketakutan itu muncul dalam bentuk sikap penolakan dan bersikap agresif jika berhadapan dengan sebuah identitas dari luar. Paus Fransiskus menyebutkan kita sedang hidup dalam throaway world (culture) yang cenderung meminggirkan mereka yang miskin, lemah, cacat, sakit, tua, dan tidak punya posisi tawar kuat di tengah konstelasi kehidupan bersama.

Paskah tidak lain ialah sebuah ajakan untuk melampaui sikap eksklusif, dan menukarnya dengan horizon baru yang berlandas pada bela rasa dengan sesama warga dunia yang menderita. Paskah adalah momentum religius yang membawa panggilan etis universal. 

Solidaritas autentik

Paskah adalah momen refleksi mendalam tentang kasih, solidaritas, dan harapan. Di Basilika Santo Petrus, Paus Fransiskus menyampaikan pesan yang menggugah tentang solidaritas dan harapan, bertepatan dengan pembukaan Tahun Yubileum Harapan 2025. Paus menegaskan bahwa harapan bukanlah sekadar menunggu secara pasif, melainkan sebuah panggilan untuk bertindak. 

Paus mengajak seluruh umat untuk melangkah bersama sebagai peziarah cahaya, membawa harapan bagi dunia yang gelap, dan merayakan misteri keselamatan dalam terang kasih Allah.

Paskah adalah sebuah antagonisme terhadap fenomena post-demokrasi sebab pesan Paskah adalah inklusivisme. Dalam peristiwa Paskah, Allah membatalkan eksklusivisme kelompok dengan menunjukkan solidaritas tanpa batas dan cinta tanpa pamrih kepada umat manusia. 

Dalam konteks Indonesia yang beragam dan plural, Paskah menjadi kesempatan emas untuk meneguhkan semangat persatuan di tengah perbedaan. Ketika ketegangan sosial (politik) dan konflik berbasis identitas merobek kebersamaan, Paskah dapat menjadi ciutan untuk membangun jembatan perjumpaan, bukan tembok permusuhan. Keadaban hidup bersama akan terbangun hanya dari bangunan kesadaran seperti ini.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |