P3RSI Keluhkan Kenaikan Tarif Air Bersih

3 weeks ago 18
P3RSI Keluhkan Kenaikan Tarif Air Bersih Pekerja menyelesaikan pembuatan instalasi penyaringan air bersih di depan rumah susun Muara Baru, Jakarta Utara(MI/Ramdani)

KETUA Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta mengeluhkan kelompok pelanggan rumah susun ditempatkan sebagai K III bersamaan dengan gedung bertingkat komersial, seperti perkantoran, pusat perdagangan, kondominium, dan gedung komersial lainnya yang kenaikan tarif air bersihnya mencapai 71 persen dari Rp12.550 menjadi Rp21.500.

Menurut Adjit, secara hukum di Indonesia tidak dikenal istilah apartemen, tapi rumah susun (untuk hunian). Disamping itu, dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta, Nomor 37 tahun 2024, tentang Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya, khususnya pasal 10, menyebutkan kelompok pelanggan PAM Jaya, terdiri atas: Kelompok I, II, III, dan Khusus.

“Harusnya PAM Jaya itu baca Pasal 12, ayat (1) yang menyebutkan: Kelompok II sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b, menampung jenis pelanggan rumah tangga yang menggunakan air minum untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum sehari-hari dengan membayar tarif dasar. Meski kami di gedung bertingkat, kan juga adalah rumah tangga yang menggunakan air dari PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Adjit melalui keterangannya, Rabu (19/2).

Adjit menilai lebih tepat jika anggota pelanggan rumah susun, khususnya yang memiliki fungsi dan peruntukkan sebagai hunian, yang merupakan pelanggan rumah tangga yang menggunakan air minum untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum sehari-hari masuk dalam Kelompok II (K II). 

”Kalau kami dikelompokkan di K III itu tidak tepat, bahkan zolim, karena menyamakan kami dengan pusat perbelanjaan dan gedung komersial lainnya. Makanya Pasal 13 dalam Pergub itu dibaca dong. Hukum (peraturan) itu harus menyesuaikan perkembangan di masyarakat," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Francine Widjojo mengatakan, PAM Jaya mengenakan kenaikan tarif 71,3% di bulan Januari 2025 kepada para penghuni apartemen dan kondominium serta industri dan niaga lainnya termasuk motel, hotel bintang 1-5 berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta 730/2024.

Namun Kepgub 730/2024 tersebut, ungkap Francine cacat formil. Sesuai aturan harus ada Kepgub di tahun 2023 yang mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah air minum PAM Jaya, tetapi tidak ditemukan. Yang bisa ditemukan adalah Kepgub tahun 2022 yang mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk tahun 2023. 

”Konsepnya kurang lebih kalau diketenagakerjaan bahwa harus ada penetapan upah minimum terlebih dahulu yang menjadi landasan batas bawah upah pekerja,” jelas Francine.

Selain itu, lanjutnya, Kepgub 730/2024 cacat hukum karena kesalahan klasifikasi pelanggan yang melanggar Permendagri 21/2020 dan Pergub 37/2024 di mana penghuni apartemen (rumah susun) dan kondominium ditetapkan sebagai pelanggan komersial K III (industri/niaga) yang diharuskan membayar tarif penuh, sedangkan mereka seharusnya di K II (rumah tangga/hunian) yang membayar tarif dasar.

Francine mengatakan, kenaikan 71,3% menjadi Rp 21.500 (dari semula Rp 12.550) melanggar tarif batas atas air minum PAM Jaya yang berdasarkan rumus aturan seharusnya maksimal Rp 20.269/m3.

Di lain sisi, Ketua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Gading Nias Residences Edison Manurung mengkritik keras pernyataan anggota Komisi B, DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan (DPIP) Pandapotan Sinaga yang mengatakan penghuni apartemen tidak berhak menerima subsidi air. Pandapotan juga menyatakan, subsidi air harus disalurkan secara tepat sasaran dan tidak untuk kalangan tertentu, seperti penghuni apartemen mewah di kawasan Thamrin atau Kuningan. 

Menurut Edison, selama ini pelanggan rumah susun PAM Jaya tidak pernah disubsidi, malah membayar tarif paling tinggi. Sebaliknya warga rumah susun untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti Gading Nias tetapan dengan tarif golongan rumah susun menengah, bukan rumah susun sederhana sesuai Kepgug 730/2024.

”Kami sudah bersurat untuk disesuaikan golongan kami, tapi ditolak tuh. Kenapa anggota dewan terhormat ini tidak bela kami? Padahal itu sudah kami sampaikan dalam audiensi dengan mereka. Mereka harus paham dulu persoalan ini tidak asal ngomong, unit itu rusunami masuk dalam program pemerintah Pembangunan 1.000 Tower jaman wakil presiden Jusuf Kalla. Dan selama ini kami tidak dapat subsidi dari PAM Jaya, karena kami bayar dengan tarif rumah susun menengah,” tegasnya. (M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |