Otak Perempuan Mengalami Perubahan Besar Selama Pubertas, Kehamilan, dan Perimenopause

3 hours ago 2
Otak Perempuan Mengalami Perubahan Besar Selama Pubertas, Kehamilan, dan Perimenopause Ilustrasi(freepik)

ILMU pengetahuan telah cukup jelas menetapkan otak bukanlah sesuatu yang statis. Otak dapat berubah dan beradaptasi sepanjang hidup kita, sebagai respons akan berbagai peristiwa kehidupan dalam proses yang disebut neuroplastisitas.

Para peneliti kini menemukan hal ini terutama berlaku pada otak perempuan, yang mengalami perubahan besar selama tiga fase utama kehidupan: pubertas (juga dialami  remaja laki-laki), kehamilan, dan perimenopause.

Ketiga transisi ini sering menjadi bahan lelucon dalam budaya pop. Seperti remaja yang murung dan suka mengambil risiko, hanya ingin bersama teman-temannya; ibu hamil yang linglung, meninggalkan ponsel di dalam kulkas dan lupa di mana memarkir mobil; dan perempuan paruh baya yang mengalami gejolak hormon, sulit fokus, dan tiba-tiba dilanda hot flashes (sensasi panas mendadak).

Namun, jauh dari sekadar bahan tertawaan, stereotip perilaku ini sebenarnya merupakan manifestasi luar dari perubahan besar yang terjadi di dalam, banyak di antaranya terkait dengan pengaruh fluktuasi hormon terhadap otak.

Ahli saraf kognitif Laura Pritschet, seorang peneliti postdoktoral di Departemen Psikiatri Universitas Pennsylvania, sangat tertarik dengan bagaimana hormon perempuan mempengaruhi organisasi dan fungsi otak.

“Alasan saya memilih bidang ini adalah karena saya merupakan mahasiswa sarjana yang mulai tertarik pada ilmu saraf, terpesona oleh betapa rumitnya jaringan otak hanya untuk memungkinkan kita memiliki kepribadian atau mengingat sesuatu,” kata Pritschet kepada Kepala Koresponden Medis CNN, Dr. Sanjay Gupta, dalam podcast-nya Chasing Life.

“Di saat yang sama, dalam kehidupan pribadi saya, saya dikelilingi oleh perempuan yang sedang mengalami menopause dan mengeluhkan gangguan kognitif serta masalah perhatian,” lanjutnya. “Saya pikir kita harus menghubungkan dua hal ini dan memahaminya lebih dalam.”

Pritschet bahkan rela menjadi "kelinci percobaan" saat kuliah S2, dengan menjalani pemindaian otak dan pengambilan sampel darah selama 30 hari, melintasi dua siklus reproduksi penuh (baik saat menggunakan maupun tidak menggunakan pil KB), untuk mulai menjawab pertanyaan tentang bagaimana fluktuasi hormon harian berkaitan dengan perubahan otak harian.

Otak Selama Hamil

Sekitar waktu itu, para peneliti lain juga mulai mempelajari apa yang terjadi pada otak selama kehamilan, ujar Pritschet, dengan membandingkan kondisi otak sebelum dan setelah kehamilan. Mereka menemukan banyak perubahan, tetapi karena pendekatan penelitian yang bersifat "snapshot" (tangkapan sesaat), banyak pertanyaan tetap belum terjawab.

“Jika terjadi penurunan 3 hingga 5% pada volume materi abu-abu otak, kapan hal itu terjadi (selama kehamilan), dan bagaimana prosesnya?” tanya Pritschet. “Kita melewatkan banyak celah besar dalam apa yang kami sebut metamorfosis ini.”

“Kita tahu bahwa periode kehamilan selama 40 minggu menyebabkan berbagai adaptasi tubuh untuk mendukung perkembangan janin: volume plasma meningkat, fungsi imun berubah, laju metabolisme meningkat, konsumsi oksigen meningkat,” jelasnya. “Seperti apa jalur perubahan ini sepanjang kehamilan?”

Untuk mengetahuinya, Pritschet dan timnya melacak perubahan otak pada satu orang perempuan, menggunakan MRI dan pengambilan sampel darah, mulai dari sebelum pembuahan dan menjalani program fertilisasi, selama masa kehamilan, hingga dua tahun setelah melahirkan. Temuan mereka dipublikasikan dalam jurnal Nature Neuroscience pada September. (CNN/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |